Celah pada UU Perlindungan Konsumen
Selasa, 30 Juni 2015
| 07:44 WIB
Kapolres Klaten AKB Langgeng Purnomo (kiri), memperlihatkan barang bukti 25 kg merica palsu dan tersangka penjualnya saat gelar kasus di Polres Klaten, Jawa Tengah, Senin (29/6). Dalam kasus tersebut tersangka terancam dikenakan pasal perlindungan konsumen dan pidana empat tahun penjara. (ANTARA)
JAKARTA, GRESNEWS.COM – Revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen) masuk ke dalam program legislasi nasional (prolegnas) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2015-2020. Meski tak masuk ke dalam prolegnas prioritas DPR, target revisi UU ini dinilai perlu dikejar lantaran masih banyak celah kelemahan yang perlu ditambal dan diperbaiki.
Salah contoh kekurangan dalam UU Perlindungan Konsumen secara nyata digugat sejumlah orang ke Mahkamah Konstitusi (MK). Para penggugat diantaranya Samuel Bonaparte, Ridha Sjartina, dan Satrio Laskoro. Mereka menggugat Pasal 4 huruf c dan Pasal 7 huruf a UU Perlindungan Konsumen. Pasal 4 huruf c tersebut berisi aturan mengenai hak konsumen atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa. Lalu Pasal 7 huruf a mengatur kewajiban pelaku usaha beritikad baik dalam menjalankan kegiatan usahanya.
Para pemohon menggugat pasal tersebut lantaran mengalami kerugian yang dialami secara nyata. Kerugian tersebut dialami oleh Samuel Bonaparte. Ia mengalami malpraktik di sebuah rumah sakit. Akhirnya ia mengajukan gugatan terhadap badan hukum rumah sakit bersangkutan.
Tapi dalam proses persidangan, badan hukum yang digugatnya mendapatkan eksepsi error in persona. Maksudnya penggugat salah menggugat karena badan hukum yang digugat bukan badan hukum yang bertanggungjawab ketika terjadi malpraktik di rumah sakit tersebut.
Dalam gugatannya, Samuel memang bisa memperbaiki gugatan dan mengulang pengajuan gugatan. Tapi baginya hal ini menunjukkan keinginan peradilan yang cepat dengan biaya ringan menjadi tidak tercapai. Sehingga akan semakin lama bagi konsumen untuk mendapatkan keadilan.
Lalu masih dalam gugatan yang sama, Samuel juga mengklaim dirugikan juga atas kasus jual beli rumah. Developer penjual rumah sejak awal dan juga tercantum dalam brosur menyatak domisili kantornya berada di Depok. Saat terjadi sengketa, Samuel pun menggugat badan hukum developer tersebut ke pengadilan di Depok. Lagi-lagi ia harus merasa kecewa lantaran badan hukum developer bersangkutan berdomisili di Jakarta Pusat.
Kasus yang dialami Samuel memang hanya sekelumit contoh soal lemahnya UU Perlindungan Konsumen yang ada saat ini. Padahal kasus yang dialaminya bisa terjadi pada siapa saja. Terkait hal ini, Ketua Komisi VI DPR fraksi PAN Achmad Hafidz Tohir mengatakan RUU Perlindungan Konsumen memang sedang dipersiapkan komisinya agar 'terkejar' dibahas pada masa jabatan periode saat ini hingga 2020. Menurutnya tujuan revisi UU ini dimaksudkan agar konsumen dan produsen berada pada posisi yang menguntungkan kedua belah pihak dan bukan hanya satu pihak saja.
"Sekarang masih pembentukan tim perumus," ujar Hafidz, sapaan akrabnya, saat dihubungi gresnews.com, Senin (29/6)
Sumber: http://www.gresnews.com/berita/hukum/180296-celah-pada-uu-perlindungan-konsumen/