Jakarta - Sejumlah anggota Komisi XI DPR dikejutkan dengan munculnya sebuah draf Revisi Undang-undang (RUU) Bank Indonesia yang sampai ke tangan mereka tanpa pernah dibahas serta disepakati sebelumnya.
Masalah itu muncul saat rapat dengar pendapat dengan empat orang mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) dengan Komisi XI DPR RI, di Jakarta, Senin (29/6).
Dalam rapat yang dipimpin Ketua Komisi XI DPR, Fadel Muhammad, empat mantan gubernur BI yang hadir adalah Adrianus Mooy, Syahril Sabirin, Burhanuddin Abdullah, dan Darmin Nasution.
Adalah politikus PDIP, Maruarar Sirait, yang mengungkap keberadaan draf RUU Bank Indonesia misterius itu. "Hari ini, masuk draf RUU Bank Indonesia yang tak jelas dari mana (asalnya). Saya sebagai anggota Komisi XI DPR saya tak tahu," kata Ara, sapaan akrab Maruarar.
"Pertanyaan saya, ini draf siapa? Ini kepentingan siapa? Terus terang, saya baca drafnya, dan saya banyak yang tak setuju, dan saya yakin partai saya juga tak setuju," tegas Ara.
Bagi Ara, kemunculan draf RUU Bank Indonesia menjadi sangat politis. Sebab, semua juga mengetahui bahwa di Mahkamah Konstitusi (MK) saja masih ada perkara belum selesai terkait perebutan kewenangan antara BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Masalahnya, draf RUU Bank Indonesia yang sampai ke tangan anggota DPR terkesan sangat mengarahkan penguatan kewenangan BI, sembari memojokkan kewenangan OJK.
Kata Ara, dirinya merasa semua memahami DPR kerap menjadi tempat bertarung kepentingan, ideologi. Termasuk juga arena pertarungan siapapun dari lembaga Pemerintahan hingga pengusaha.
"Saya memastikan, saat ini ada pertarungan kepentingan antara BI dan OJK. Jadi situasi ini gawat. Jangan-jangan bapak-bapak (mantan gubernur BI yang hadir) ini, ada yang mewakili kepentingan BI atau OJK," ungkapnya.
"Jadi ngeri diskusi ini. Nampaknya saja soft, padahal isinya dahsyat. Insting politik saya melihat hal ini (merupakan) pertarungan luar biasa," tegas Ara.
Karena itu, Ara mengharapkan semua anggota Komisi XI DPR memahami konstelasi itu sehingga tetap bisa berdiri independen dan tak dimanfaatkan kelompok tertentu.
"Saya sepakat draf RUU Bank Indonesia harus demi kepentingan nasional. Rakyat harus diuntungkan. Kita harus membangun BI yang membuat rupiah kuat, UU yang membuat Pemerintah, BI, dan OJK bersatu bekerja sama. Tapi, kalau untuk memperkuat satu pihak saja dan melemahkan pihak lain, saya yang pertama menahan UU-nya," tandas Ara.
Hal senada diungkapkan anggota Komisi XI DPR lainnya, dari Fraksi Partai Nasdem, Johnny G. Plate, yang meminta agar draf RUU Bank Indonesia itu tak dibahas dulu. Seharusnya, dalam merevisi UU Bank Indonesia, disepakati terlebih dahulu soal pentingnya kepentingan nasional. "Jangan sampai dalam merevisi UU ini kita kehilangan arah. Karena seharusnya UU itu melindungi kepentingan nasional kita," ujarnya.
Kapoksi Fraksi Golkar di Komisi XI DPR, M. Misbakhun, mengatakan dirinya mengaku kaget dengan keberadaan draf RUU Bank Indonesia itu. Sebab, substansi draf itu akan banyak mengubah sistem yang ada selama ini, dengan berbagai tambahan kewenangan BI, yang dulu sudah direformasi pasca-jatuhnya Orde Baru.
"Saya tak tahu, apa yang ada di otak penyusun draf revisi ini. Karena, isinya seakan mau menarik semua kewenangan OJK kembali ke BI. Ini seperti hostile takeover. Ini seperti kita mau beri kekuasaan penuh kepada BI," kata Misbakhun.
Markus Junianto Sihaloho/ED
Sumber: http://www.beritasatu.com/politik/286858-muncul-draf-misterius-ruu-perbankan-anggota-komisi-xi-protes-keras.html