Amandemen kelima UUD 1945 terus disurakan. Meski demikian, keinginan kembali ke UUD 1945 yang asli alias sebelum pasal-pasal diamandemen juga banyak disuarakan.
Sebelum amandemen kelima dilakukan, Rektor IAIN Purwokerto, Luthfi Hamadi berpandangan, perlu dilakukan evaluasi berkaitan dengan diktum-diktum amandemen yang telah dilakukan. Selain itu, perlu juga mengacu kepada kerangka pemikiran yang sama ketika proses amandemen berlangsung.
“Langkah ini penting dilakukan dan telah memperoleh jawaban yang pasti yakni apakah struktur ketatanegaraan yang baru memberikan pembagian kekuasaan kepada enam lembaga negara yang ada saat ini yaitu Presiden, MPR, DPR, DPD, BPK, MA dan MK dengan kedudukan yang sama dan sejajar,” kata Luthfi dalam Seminar Nasional bertema Kajian Penataan Sistem Ketatanegaraan: Perubahan UUD NRI Tahun 1945, Fraksi Partai Demokrat MPR di Hotel Aston Imperium, Purwokerto, Jawa Tengah, Minggu (28/6).
Pertanyaan lain yang dimunculkan Lutfi apakah amandemen telah menggantikan struktur ketatanegaraan lama yang memberikan kedaulatan dan kedudukan tertinggi kepada MPR, dan kemudian lembaga ini membagi kekuasaan kepada Presiden, DPA, MA dan BPK telah mampu menjamin adanya check and balance opada institusi negara.
“Termasuk juga apakah amandemen yang telah dilakukan tidak memungkinkan presiden membuat UU yang sesuai dengan selera dan kepentingan sendiri,” tanya dia.
Nah, jika dari pertanyaan itu ternyata lebih banyak menjawab “ya” ketimbang tidak, berarti amandemen yang dilakukan sesuatu yang benar-benar sesuai dan sangat dibutuhkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hal itu berarti, klaim bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum semakin hadir dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebab sebagai negara hukum, ujarnya ada empat karakter utama yang sangat menonjol dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yaitu penyelenggara negara berdasarkan konstitusi, kehidupan kehakiman yang berbeda, penghormatan terhadap HAM dan kekuasaan yang dijalankan berdasarkan prinsip bahwa pemerintahan dalam bertindak dan membuat kebijakan berdasarkan ketentuan hukun.
Menurut dia, dengan menyimak pendapat-pendapat para ahli, dengan implementasi dan isu strategis, pasal amandemen, banyak aturan dan pasal-pasal baru yang harus dimunculkan, baik dalam bentuk perubahan ataupun penambahan pasal baru dalam UU 1945.
Dia menyoroti posisi DPR dengan DPD yang masih memerlukan aturan lain yang sangat tegas dan mampu memperkokoh eksistensinya sebagai lembaga perwakilan. Termasuk lembaga lain seperti KY, KPU, KPK, Komnas Perlindungan Anak, sebagai supporting institusi ujar Lutfi masih membutuhkan aturan-aturan yang lebih kuat sehingga terwujud check and balance secara optimal dalam penyelenggaraan negara.
“Aturan atau pasal tersebut sangat dibutuhkan tidak saja meneguhkan eksistensi, tetapi juga menjadikan pasal-pasal atau aturan menjadi semakin berfungsi,” katanya.
Lutfi menambah pada sisi lain pihaknya melihat keniscayaan dilakukannya amandemen tang telah ada berikut isu lain berkaitan dengan amandemen lanjutan yang lebih berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan “negara hukum” ketimbang pemenuhan kebutuhan “negara sejahtera” yang menjadi pilar utana berbangsa dan bernegara.
“Jadi dibutuhkan pasal-pasal amandemen yang semakin rinci mengatur jaminan dan penghormatan terhadap HAM,” demikian Lutfi.[dem]