Bergetar hati, ketika melihat linangan air mata jutaan seorang ibu menghujani bumi ini setiap tahun, karena melihat sang buah hati kaku tak bernyawa dihadapannya yang disebabkan mengkonsumsi narkoba.
United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), merilis data bahwa terdapat 315 juta orang usia produktif atau berumur 15 sampai 65 tahun, yang menjadi pengguna narkoba di dunia. Sedangkan 200 juta diantaranya meninggal dunia setiap tahunnya.
Sementara di Indonesia sendiri, angka penyalahgunaan narkoba diperkirakan mencapai 2,2 persen atau 4,2 juta orang hingga tahun ini, yang terdiri dari pengguna coba pakai, teratur pakai, dan pecandu, menurut data dari Badan Narkotika Nasional (BNN).
Berdasarkan dari data diatas, kita perlu mawas diri akan bahaya narkoba yang akan datang menghampiri kita. Karena Indonesia merupakan “surga” bagi pengedar narkoba, dalam mendistribusikan barang haram yang dapat membuat penggunanya merasakan kenikmatan palsu. Tidak dapat dielakkan bahwa Indonesia menjadi pasar pengedaran narkoba seperti pasar sayur yang mempunyai pelanggan dari berbagai kalangan. Melihat jumlah penduduk Indonesia sekitar 2.350 juta, sangat menjanjikan bagi mereka dalam menjajalkan bisnis gelap tersebut, sehingga Indonesia rentan terhadap ancaman narkoba.
Selain dari alasan jumlah penduduk Indonesia yang banyak, lemahnya penegakan hukum di Indonesia, juga menjadi keuntungan sepihak bagi pengedar. Jika kita kembali mengingat lemahnya penegakan hukum, tentu kita semua masih ingat bagaimana leluasanya Freddy Budiman dalam memproduksi narkoba jenis sabu, serta mengedarkannya dari hotel prodeo. Apabila hal ini terus merajalela di Indonesia, sangat logis jika pengedar narkoba berbondong-bondong untuk melakukan aksinya di tanah ibu pertiwi.
Apabila ditelusuri penyebab lemahnya penegakan hukum Indonesia, sifat serakah dari pihak-pihak tertentu yang menjadi faktor dominan bobroknya penegakan hukum Indonesia. Hal itu bisa terjadi karena rapuhnya jiwa tanggung jawab, terhadap profesi yang dijalani. Beberapa diantara mereka hanya mementingkan kepentingan pribadi dengan menerima suap yang diberikan oleh pengedar tanpa memperdulikan kepentingan umum. Tak tanggung-tanggung, bahkan ada yang ikut melakukan bisnis gelap tersebut, seperti yang dilakukan oleh salah seorang sipir di Lapas Banceuy Bandung, (detiknews).
Supaya hal ini tidak terus menjadi rentetan domino, perlu ditanamkan rasa nasionalisme dan nilai keagamaan yang mumpuni kepada aparat penegak hukum dan petugas terkait di tanah air. Sehingga tidak mudah tergoda dengan keuntungan duniawi saja.
Apabila hal ini telah dilakukan , maka upaya agar penyuapan ini tidak terjadi, pemerintah dapat memberikan sanksi yang berat kepada aparat hukum, apabila ketahuan menerima suap. Sehingga memberikan ancaman kepada para penegak hukum yang ingin menyeleweng.
Selain membenahi aparat penegak hukum dan petugas terkait dalam memberantas peredaran narkoba, pengedar barang haram ini juga harus diberi sanksi yang setimpal. Pengedaran narkoba merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime), sehingga untuk memberantasnya diperlukan perlakuan khusus, dengan memberi hukuman yang berat kepada pengedar narkoba untuk memberantasnya. Oleh karena dampak penyalahgunaan narkoba membuat masa depan generasi bangsa pada usia produktif menjadi suram, bahkan menyebabkan kematian, sangat pantas jika hukuman mati diberikan kepada pengedar narkoba. Meskipun, hukuman mati masih menjadi polemik diberbagai kalangan masyarakat Indonesia.
Ditengah maraknya pengedaran narkoba terdapat pro dan kontra mengenai hukuman mati. Orang yang pro terhadap hukuman mati bagi pengedar narkoba beralasan bahwa, akibat yang disebabkan dari penyalahgunaan narkoba dapat merenggut jutaan nyawa, oleh sebab itu mereka beranggapan hukuman mati merupakan hukum yang pantas bagi mereka.
Berlainan dengan pihak yang kontra, mereka menganggap hukuman mati bukanlah solusi yang pantas untuk memberantas pengedaran narkoba. Mereka mengganggap hak hidup seseorang merupakan hak asasi manusia yang harus dihormati, sebagaimana yang terdapat dalam piagam PBB dan yang termaktub dalam pasal 28A UUD 1945, “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”
Demi menjawab kegalauan mengenai hukuman mati, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan Nomor 2-3/PUU-V/2007 tentang pengujian Pasal 80 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika yang memuat sanksi pidana mati, terhadap UUD 1945. MK dalam putusannya pada 30 Oktober 2007, menolak uji materi hukuman mati dalam UU Narkotika, dan menyatakan bahwa hukuman mati dalam UU Narkotika tidak bertentangan dengan hak hidup yang dijamin UUD 1945, karena jaminan hak asasi manusia dalam UUD 1945 tidak menganut asas kemutlakan. Hak asasi dalam konstitusi dipakai dengan menghargai dan menghormati hak asasi orang lain, demi berlangsungnya ketertiban umum dan keadilan sosial.
Dari putusan MK tersebut, dapat dipahami hukuman mati bagi pengedar narkoba tidak bertentangan dengan konstitusi.
Memperkuat “benteng” partahanan
Untuk mewujudkan generasi muda bebas dari penyalahgunaan narkoba, maka lingkungan keluarga memiliki peran penting untuk mencegah anaknya supaya tidak menggunakan narkoba. Keluarga mempunyai tanggung jawab untuk membentuk karakter anak kearah yang baik, karena keluarga merupakan tempat interaksi pertama seorang anak sebelum mengenal dunia yang lebih luas. Sebelum seorang anak di percaya untuk bertualang dalam rimba kehidupan, hendaknya keluarga memberikan “imunisasi” agar tidak mudah tertular pengaruh buruk dalam pergaulan.
Demi menjaga komitmen anak yang tangguh dan tidak mudah terpengaruh untuk mengkonsumsi narkoba, maka keluarga seyogyanya menjelaskan dampak buruk dari narkoba sejak dini, dan memperingati anak untuk menjauh atau tidak mencoba untuk menikmati narkoba. Sehingga dapat membentengi diri dari carut marut pergaulan sesat.
Seiring dengan hari antinarkoba pada tanggal 26 Juni yang lalu, hendaknya seluruh penghuni bumi pertiwi ini tersentak untuk menciptakan benteng pertahanan yang kokoh terhadap ancaman narkoba. Untuk itu, dapat diawali dari keluarga dengan menjaga kedekatan dengan anak. Sehingga anak mendapatkan kenyamanan dari lingkungan keluarga. Apabila rasa nyaman ini telah dirasakan oleh seorang anak, maka orang tua akan sangat mudah memberikan nasehat kepada anak, untuk tidak menggunakan narkoba. Selain memberikan nasehat tentang bahaya narkoba kepada anak , orang tua juga dapat menanamkan nilai-nilai agama kepada anak-anaknya.
Semoga dengan memperkuat benteng pertahan diri yang ditanamkan dari lingkungan keluarga, membuat generasi muda tidak mudah terpengaruh oleh narkoba. Jika regenarasi yang seperti ini dapat diwujudkan maka suatu saat Indonesia bisa bebas dari penyalahgunaan narkoba. ***
IKHWAN IKHSAN
(Pimpinan Redaksi Gema Justisia FH-Unand)
Sumber: http://www.harianhaluan.com/index.php/opini/41485-memperkokoh-benteng-antinarkoba