Jakarta - Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) berencana mengajukan kembali uji materi terhadap UU 1/1974 tentang Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Komnas PA akan menggunakan objek atau perspektif yang berbeda, yaitu UU Perkawinan bersifat diskriminatif.
Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait mengatakan, UU Perkawinan bertentangan dengan UUD 1945 karena berlaku diskriminatif. Pasal 7 ayat (1) UU Perkawinan menyebutkan "Perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 tahun". Batas usia kawin ini dinilai diskriminatif, karena laki-laki 19 tahun sedangkan perempuan 16 tahun atau masih usia anak.
“UUD 1945 mengamanatkan tidak boleh diskriminatif, dan untuk menguatkannya kami akan menggunakan UU Perlindungan Anak dan Konvensi PBB tentang Hak Anak yang juga diratifikasi Indonesia,” kata Arist, di Jakarta, Rabu (24/6).
Sebelumnya, MK memutuskan menolak permohonan uji materi UU Perkawinan, khusus Pasal 7 ayat (1) dan (2) yang mengatur soal batas usia perkawinan. MK menilai dalil permohonan yang diajukan kelompok masyarakat yang tergabung dalam Koalisi 18 tersebut tidak beralasan.
Menurut Arist, penolakkan tersebut menunjukkan MK tidak memiliki perspektif perlindungan anak dan melanggengkan diskriminasi antara laki-laki dan perempuan. Ini bentuk pelanggaran hak asasi manusia karena batasan umur anak secara universal sama, yaitu 0-18 tahun.
“Karena itu kita menolak putusan MK, dan akan mengajukan kembali dengan perspektif lain. Harapannya ada kesamaan umur, yaitu baik laki-laki atau perempuan batasan usia untuk bisa menikah harus di atas 18 tahun,” kata Arist.
Sebagai lembaga hukum tertinggi, kata Arist, MK harusnya mendukung pemerintah Indonesia yang sudah meratifikasi Konvensi Hak Anak. Negara juga harusnya mengharmonisasi UU Perkawinan yang bertentangan dengan UU Perlindungan yang membatasi usia anak 0-18 tahun.
Secara terpisah, Deputi Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) BKKBN Sudibyo Alimosoe mengatakan, pernikahan usia remaja 15-19 tahun berkontribusi pada tingginya angka kelahiran total atau Total Fertility Rate (TFR). Jumlah kelahiran usia remaja atau Age Spesific Fertility Rate (ASFR) masih di angka 48 per 1000 perempuan usia 15-19 tahun, menurun sedikit dari 51 sejak 2007.
Padahal pemerintah menargetkan turun di angka 30. Kondisi ini menyebabkan TFR stagnan dalam 10 tahun terakhir di 2,6 pada wanita usia 14-49 tahun. TFR ini berkontribusi pada laju pertumbuhan penduduk Indonesia yang masih tinggi, yaitu 1,49% atau sekitar 3-4 juta jiwa baru setiap tahunnya.
Menurut Sudibyo, ASFR di pedesaan jauh lebih tinggi dari perkotaan karena banyaknya perempuan desa yang menikah dan melahirkan di usia anak. Ada yang karena didukung keluarga untuk kawin dini, kurang pengetahuan, dan memiliki anak sebelum menikah.
Pernikahan dan kehamilan di usia anak, kata Sudibyo, juga berkontribusi pada tingginya Angka Kematian Ibu (AKI), yaitu 359 per 100.000 kelahiran hidup. Sebab, kehamilan anak berisiko terhadap janin. Penelitian PSKK UGM menyebutkan,14 % bayi yang lahir dari ibu berusia remaja di bawah 17 tahun adalah prematur.
Dina Manafe/HS
Sumber: http://www.beritasatu.com/kesehatan/285616-komnas-pa-akan-ajukan-lagi-uji-materi-uu-perkawinan.html