Jakarta, GATRAnews - Direktur Eksekutif Indonesian Resourcess Studies (IRESS), Marwan Batubara, menilai Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) terancam dibubarkan seiring menguatnya wacana penggabungan unit usaha ke holding atau induk perusahaan.
Atas wacana tersebut, kata Marwan di Jakarta, Rabu (24/6), ada beberapa alasan yang mengakibatkan SKK Migas terancam dibubarkan. Pertama, pemerintah harus membuat holding yang bersih dan berwibawa.
Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) harus benar-benar fokus melakukan pembenahan di lembaga energi, karena sektor ini rentan tindak pidana korupsi, seperti suap yang menimpa mantan Kepala SKK Migas, Rudi Rubiandini.
Alasan kedua, lanjut Marwan, terus menurunnya produksi minyak mentah (crude oil) Indonesia yang membutuhkan efisiensi. Terlebih, memasuki tahun 2020, lifting minyak negeri ini hanya tinggal 500.000 barel per hari (bopd).
"Bayangkan, dengan jumlah produksi siap jual tinggal 500 ribu barel, kita tidak lagi membutuhkan banyak pengelola migas. Cukup menjadikan Pertamina selaku holding, lalu SKK Migas masuk ke dalam strukturnya, maka efisiensi berjalan, fokus pengelolaan migas akan semakin baik," kata Marwan.
Jika SKK Migas dimasukan ke satu holding, nasib karyawannya tidaklah menjadi masalah, karena para tenaga kerja lembaga ini sangat profesional dan bisa turut masuk ke struktur di Pertamina.
SKK Migas nantinya bertugas mengurusi kontraktor asing. Sementara untuk tataran kebijakan dan pengendalian, akan menjadi ranah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Setelah pembubaran BP Migas, kemudian bersulih nama menjadi SKK Migas, kata Marwan, entitas di lembaga ini belum sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Pasalnya, MK memerintahkan agar SKK Migas merupakan bagian dari perusahaan pelat merah yang mengatur kegiatan hulu migas.
Namun kenyataannya, kata Marwan, entitias lembaga ini justru cenderung berpotensi merugikan negara. Akibatnya, hubungan kontraktual yang dilakukan bersama Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) atau operator migas nasional, langsung ke negara melalui pengawasan dari Kementerian ESDM.
Menurutnya, hubungan yang bersifat "business to business" itu, tidak boleh diatur negara, karena menimbulkan intervensi dan cenderung berpeluang terjadinya praktik korupsi.
Marwan mengusulkan agar SKK Migas bersatu dengan holding PT Pertamina, karena perusahaan plat merah ini mengurusi bidang energi. Penggabungan ini tidak akan menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK), karena karyawan tetap bekerja seperti biasa, karena lembaganya di bawah Pertamina.
Sementara Forum Kajian Energi dan Mineral Indonesia (FORKEI) sepakat pembenahan usaha migas di Indonesia hanya dapat diperbaiki dengan memasukkan SKK Migas, PGN, dan Pertagas ke dalam unit-unit di Pertamina.
"Dengan begitu, pengelolaan migas tidak berkelindan dan saling berhimpitan. Saya yakin, lifting minyak akan dapat diperbaiki," kata Sabri Piliang, Direktur Eksekutif FORKEI.
Reporter: Iwan Sutiawan
Sumber: http://www.gatra.com/ekonomi-1/makro/153365-iress-usulkan-skk-migas-dimasukan-ke-pertamina.html