Penggugat aturan pengunduran diri bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada) melakukan perbaikan permohonan. Salah satu perbaikan yang dilakukan adalah dengan menambahkan pemohon baru.
Kuasa hukum Pemohon Bambang Suroso menyatakan telah menambah Pemohon yang memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan ini. Pemohon yang ditambahkan adalah perorangan yang berminat maju sebagai calon Kepala Daerah Kabupaten Gorontalo. Namun, Suroso tidak menyampaikan nama maupun identitas lainnya dari Pemohon yang telah ditambahkan.
Selain itu, Suroso kembali menegaskan permohonan dalam Perkara Nomor 70/PUU-XIII/2015. Pada intinya Pemohon merasa hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya Pasal 7 huruf t UU Pilkada.
Pasal 7 huruf t UU Pilkada menyatakan Warga negara Indonesia yang dapat menjadi Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, dan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota adalah yang memenuhi persyaratan antara lain mengundurkan diri sebagai anggota Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pegawai Negeri Sipil sejak mendaftarkan diri sebagai calon.
Pemohon merasa dirugikan karena jika Pemohon mengajukan diri untuk menjadi calon kepala daerah, maka harus mengundurkan diri sebagai PNS. Menurut Pemohon, Pasal 7 huruf t UU Pilkada telah menimbulkan ketidakpastian hukum, sebagaimana tercantum dalam Alinea IV Pembukaan, Pasal 1 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945, serta menghilangkan hak konstitusional Pemohon untuk diberlakukan sama didepan hukum sebagaimana tercantum dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
“Pasal 7 huruf t Undang-Undang Dasar Nomor 8 Tahun 2015 bertentangan dengan Pasal 28D ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Pasal 7 huruf t Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 telah merugikan hak konstitusional secara langsung maupun tidak langsung kepada Pemohon sebagai warga negara beserta keluarga dan kerabatnya. Hilangnya hak untuk mendapatkan keadilan baik dalam prosedural maupun keadilan substansional serta tidak menjamin adanya keadilan kejelasan dan asas manfaat,” tegas Suroso di hadapan panel hakim yang dipimpin Wakil Ketua MK, Anwar Usman, Rabu (24/6).
Menanggapi paparan tersebut, Anwar menyampaikan akan menyerahkan hasil sidang panel perkara ini ke Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk diambil keputusan mengenai kelanjutan perkara. Selain itu, Anwar juga mengesahkan empat alat bukti yang diajukan Pemohon. “Ya, terima kasih. Pemohon mengajukan alat bukti P-1 sampai dengan P-4, ya. Baik, sudah diverifikasi dan dinyatakan sah,” tutup Anwar sembari mengetuk palu tanda berakhirnya sidang. (Yusti Nurul Agustin)