Bukan hanya kejelasan status pemohon saja yang penting dicantumkan dalam permohonan, melainkan juga kerugian konstitusional pemohon. Kedua hal ini wajib dicantumkan jelas dalam permohonan pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi (MK).
Penegasan tersebut disampaikan oleh Ketua Majelis Panel Hakim, Soedarsono, S.H., pada sidang pemeriksaan pendahuluan pengujian Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang No. 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU Pengadilan Pajak), yang diajukan oleh Amirudin, Direktur CV. Cipta Optima Abadi dan Putut Aji Pusara, S.Kom diwakili kuasa hukumnya dari LSM Government Policy Watch, pada hari Rabu 19 Juli 2006.
Dalam permohonannya, belum diketahui jelas, pihak-pihak mana yang hak-hak konstitusionalnya telah dirugikan oleh UU tersebut dan siapa yang berhak mengajukan judicial review sesuai ketentuan Pasal 51 UU MK.
Pada sidang pemeriksaan pendahuluan yang dihadiri oleh Syamsoer Kono, S.H. dan R. Istiyono Sutoyo Putro, BSc., BcHk. sebagai kuasa hukum pemohon, Majelis Hakim Panel juga mengingatkan para pemohon untuk membaca dan mempelajari putusan perkara No. 004/PUU-II/2004 tentang pengujian UU No. 14/2002 tentang Pengadilan Pajak, karena pasal yang mereka ajukan saat ini untuk diuji, pernah diajukan sebelumnya dalam perkara tersebut.
Sesuai aturan beracara di MK, kami beri kesempatan bagi anda (pemohon) untuk memperbaiki permohonan, selambat-lambatnya empat belas hari, kata Soedarsono sebelum mengakhiri persidangan. (Wiwik B.W.)