Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perbaikan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri). Sidang perkara yang teregistrasi dengan nomor 67/PUU-XIII/2015 tersebut dipimpin oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo.
Dalam persidangan, Sri Royani sebagai pemohon prinsipal memperkuat dalil-dalil permohonannya. Pemohon berpendapat negara tidak pernah menerbitkan peraturan perundangan yang mengatur secara konkret penggantian biaya saksi atau ahli sebagaimana tercantum dalam Pasal 229 ayat (1) KUHAP. Untuk itu, dalam konteks penegakan hukum, menurutnya ketentuan ini dapat dijadikan sebagai sarana bisnis yang tak terkendali. Hal tersebut dinilai Pemohon bertentangan dengan Pasal 28I ayat (5) UUD 1945. “Hanya yang mempunyai dana yang besar yang bisa mengakomodasi untuk memanggil saksi ahli mana pun,” ujarnya di ruang sidang MK, Jakarta, Selasa (23/6).
Pasal 229 ayat (1) KUHAP menyatakan,
“Saksi atau Ahli yang telah hadir dalam rangka pemeriksaan keterangan di semua tingkat pemeriksaan berhak mendapatkan penggantian biaya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”
Pemohon mengatakan, meskipun secara teori biaya pemanggilan ahli tergantung siapa yang memanggil, pada praktiknya biaya tersebut selalu dibebankan kepada yang berperkara karena tidak adanya tolok ukur dan parameter besarnya penggantian biaya. “Sehingga hampir banyak perkara diselesaikan berdasarkan kesepakatan anggota dan masyarakat,” imbuhnya.
Oleh karena itu, Pemohon meminta frasa penggantian biaya dalam Pasal 229 ayat (1) KUHAP dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai penggantian biaya adalah penggantian transportasi dan akomodasi. “Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk dapat memberikan tafsir atas Pasal 229 ayat (1) KUHAP agar menjadi konstitusional dan memberikan batas tafsir karena negara tidak pernah menjalankan amanat dalam undang-undang ini,” jelasnya.
Selain itu, Pemohon meminta MK menyatakan frasa dalam hal penyidik menganggap perlu dan frasa seorang ahli dalam Pasal 120 ayat (1) KUHAP inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai jika penyidik belum menemukan minimal dua alat bukti yang sah dan seseorang yang mempunyai keahlian khusus.
Terakhir, Pemohon meminta MK menyatakan frasa mendatangkan dan frasa orang ahli dalam Pasal 16 ayat (1) huruf g UU Polri bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai jika penyidik belum menemukan dua alat bukti yang sah dan orang yang mempunyai keahlian khusus. (Lulu Hanifah)