Sidang uji materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UU Agraria) kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang perkara yang teregistrasi dengan nomor perkara 66/PUU-XIII/2015 ini digelar pada Senin (22/6). Perkara ini dimohonkan oleh Budiyono, seorang warga Surabaya yang menganggap tanah tempat tinggalnya diklaim oleh PT Makarti. Untuk itulah, Pemohon juga menggugat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (UU MA) dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK).
Jika sebelumnya, Pemohon menguji tiga undang-undang, maka dalam perbaikan permohonan, Pemohon hanya menguji dua undang-undang, yakni UU MA dan UU Agraria. “Kami hanya menguji dua undang-undang, yakni Pasal 61 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Peninjauan Kembali hanya dapat dilakukan satu kali dan Pasal 28 Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 tentang Hak Guna Usaha Atas Tanah,” ujarnya di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Anwar Usman.
Pemohon juga menjelaskan kerugian konstitusional yang dialaminya. Menurut Pemohon, dalam pelaksanaan Pasal 28 UU Agraria di lapangan, tanah warisannya dikuasai langsung oleh negara. “Hal ini bertentangan dengan hak konstitusi kami dan juga bertentangan dengan Pasal 18 Undang-Undang Pokok Agraria mengenai pencabutan tanah, itu hanya digunakan untuk kepentingan umum, tidak digunakan untuk hak guna usaha,” paparnya.
Gugatan ini bermula dari tanah yang sudah ditinggali puluhan tahun oleh keluarga Pemohon diklaim oleh PT. Makarti. Dalam proses hukum, untuk sengketa kepemilikan tanah ini telah selesai sampai tingkat Pengadilan Tinggi Surabaya. Namun, putusan pengadilan memenangkan PT. Makarti dikarenakan Pemohon tidak dapat membuktikan surat-surat pembayaran pajak atas tanah miliknya. Terhadap putusan Pengadilan Tinggi Surabaya tersebut, pada 2009, pemohon mengajukan peninjauan kembali (PK) sebagai upaya hukum lanjutan, tetapi putusan PK ternyata justru menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Surabaya. Atas penolakan PK tersebut, Pemohon yang bermaksud mengajukan PK untuk kedua kali, merasa terhalangi oleh Pasal 66 ayat (1) dan Pasal 67 UU MA. Meskipun pada tahun 2010 dan 2011 Pemohon telah menemukan bukti-bukti baru.
Selain itu, Pemohon juga merasa dirugikan oleh Pasal 20 ayat (1) dan Pasal 28 UU Agraria. Menurutnya, hal ini karena UU tersebut tidak mampu memberikan perlindungan terhadap hak milik keluarga yang menurut penilaian Pemohon telah diambil sewenang-wenang oleh PT. Makarti melalui putusan pengadilan yang tidak adil sehingga menyebabkan Pemohon kehilangan hak waris atas tanah tersebut. (Lulu Anjarsari)