Sidang uji materiil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2014 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2015 (UU APBN Tahun 2015) kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (22/6). Sidang perkara dengan nomor 63/PUU-XIII/2015 ini diajukan oleh H. Sungkono dkk yang merupakan korban lumpur Lapindo. Para Pemohon berasal dari unsur badan usaha dan perorangan yang memiliki tanah dan bangunan yang berada di dalam Peta Area Terdampak (PAT).
Dalam perbaikan permohonan, para Pemohon diwakili kuasa hukumnya Mursid Mudiantoro menjelaskan telah melakukan perbaikan permohonan sesuai saran Majelis Hakim. Menurutnya, perbaikan kedudukan hukum dilakukan sesuai Putusan MK Nomor 83/PUU-XI/2013, di mana putusan tersebut mengakui kedudukan hukum para Pemohon sebagai korban yang berada dalam PAT. Selain itu, Pemohon juga telah memperbaiki petitum permohonan.
“Yang kedua berkaitan dengan petitum. Pada saat itu Yang Mulia menyarankan pada kami agar petitum tidak lagi borongan, semacam itu, kami akhirnya mengubah petitum tersebut,” terangnya di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo.
Dalam pokok permohonannya, Pemohon merasa hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya Pasal 23B ayat (1), (2), dan (3) UU APBN Tahun 2015. Para Pemohon menilai Pasal 23B ayat (1) UU a quo, telah memposisikan dan mengkategorikan kedudukan hukum dari para Pemohon lebih rendah dibandingkan korban Lumpur Sidoarjo dari unsur rumah tangga. Hal ini karena Pasal 23B ayat (1) yang menempatkan alokasi dana sebesar Rp. 781.688.212.000,- hanya mempunyai tujuan untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum terhadap korban lumpur dari unsur rumah tangga saja, tidak termasuk unsur badan usaha. Padahal, baik tanah dan bangunan milik para Pemohon maupun tanah dan bangunan milik korban dari unsur rumah tangga sama-sama terletak di dalam Peta Area Terdampak (PAT) yang jumlah luasan tanah di dalam PAT tersebut seluas 671 Ha.
Oleh karena itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta MK untuk menyatakan bahwa pasal a quo bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak mengakui dan memasukan nilai tanah dan bangunan milik korban Lumpur Sidoarjo yang berada di dalam PAT secara keseluruhan baik korban dari unsur rumah tangga maupun korban dari unsur pelaku usaha. (Lulu Anjarsari)