Jakarta, HanTer – Desakan sejumlah kalangan agar pemerintah membatalkan rencana pembentukan Lembaga Pencegahan dan Pemberatasan Perusakan Hutan (LP3H) diabaikan. Rencana ini terus dimatangkan dan hampir memasuki tahap final.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya, mengungkapkan, perumusan dan upaya menjaring masukan serta pendapat dari berbagai pihak dalam rencana pembentukan Lembaga P3H sudah rampung.
“Masukan sudah banyak, termasuk dari DPR yang telah menjaring (pendapat dan saran) dari berbagai pihak. Undang-undang (P3H) juga sudah rinci, jadi tidak sulit lagi,” kata Siti Nurbaya usai melantik pejabat eselon II lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, di Jakarta, Rabu (17/6/2015).
Selanjutnya, Siti mengaku akan menyampaikan laporan tersebut kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ia berharap, Presiden merestui pembentukan Lembaga P3H sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam memberantas dan penjahat lingkungan dan kehutanan yang merugikan Indonesia. “Tinggal tunggu persetujuan Presiden. Kita harus lapor dulu. (Pembentukan) harus tahun ini, paling lambat 6 Agustus,” papar dia.
Dirinya juga menampik kritikan dari berbagai kalangan yang menyebut Lembaga P3H akan berbenturan dan mengkerdilkan aparat penegak hukum lainnya, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Ini untuk mempercepat pengusutan terhadap praktek perusakan hutan dan lingkungan di Indonesia. Undang-undang sudah jelas mengamanatkan, bahkan arahan rinciannya juga sudah ada. Misalnya, Eselon I mencakup aparat kejaksaan, kepolisian, dan lainnya. Jadi sudah detail itu,” tutur dia.
Sebagai informasi, UU P3H dalam pasal 54 memang mengamanatkan pendirian Lembaga P3H. Sementara dalam pasal 111 UU P3H, pemerintah diberikan waktu dua tahun lamanya untuk membentuk Lembaga P3H sejak aturan itu diundangkan.
Melihat hal ini, Koalisi Anti Mafia Hutan mendesak Mahkamah Konstitusi (MK) segera membatalkan seluruh Undang Undang (UU) Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) yang dinilai tidak efektif dan efisien.
Sebelumnya, pada September 2014, Tim Advokasi Koalisi Anti Mafia Hutan mewakili petani, masyarakat adat, dan organisasi masyarakat sipil telah mengajukan uji konstitusionalitas atas UU P3H ke Mahkamah Konstitusi (MK). Terhadap permohonan ini, MK telah melakukan serangkaian persidangan, tetapi hingga kini belum juga memutus perkara tersebut.
“UU P3H tidak menyasar kepada para perusahaan yang melakukan tindak kejahatan (corporate crime), malah justru menyasar kepada rakyat kecil seperti nenek Asyani yang divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Situbondo atas tuduhan mencuri kayu milik Perusahaan Hutan Negara Indonesia (Perhutani),” kata Manajer Kebijakan dan Pembelaan Hukum Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Muhnur Satyahaprabu.
Tidak hanya nenek Asyani, tutur dia, sejumlah kasus serupa juga terjadi dibeberapa daerah yang berujung pada proses pengadilan. Sekitar 53 kasus yang melibatkan masyarakat kecil saat ini menjalani proses hukum, 43 diantaranya sudah diputus bersalah dengan hukuman rata-rata selama 18 bulan penjara.
Dengan rencana pemerintah itu, ia menilai angka kriminalisasi terhadap masyarakat kecil atau individu akan semakin bertambah. Hal itu dikarenakan kondisi masyarakat adat yang tinggal di perbatasan atau di dalam kawasan hutan menjadi sasaran, karena di UU P3H diatur melarang setiap orang membawa peralatan yang dapat digunakan untuk menebang pohon.
(Arbi)
Sumber: http://www.harianterbit.com/hanterhumaniora/read/2015/06/18/32598/40/40/Menteri-Siti-Abaikan-Penolakan-Lembaga-P3H