Mahkamah Konstitusi (MK) akan menyelenggarakan sidang pembacaan putusan terhadap permohonan Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN) antara Bupati/Wakil Bupati Bekasi dengan Presiden RI, Menteri Dalam Negeri RI dan DPRD Kabupaten Bekasi pada hari Rabu, 12 Juli 2006 pukul 10.00 WIB di Ruang Sidang MK Jalan Medan Merdeka Barat No. 7 Jakarta Pusat.
Pada sidang sebelumnya (21/3), Yusril Ihza Mahendra (kuasa hukum Presiden RI) sempat mempertanyakan kejelasan legal standing Pemohon. Apakah betul Bupati dan Wakil Bupati merupakan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh konstitusi, sehingga mempunyai legal standing untuk dapat menjadi pihak dalam permohonan sengketa kewenangan di sini? tanyanya.
Kejelasan mengenai legal standing Pemohon dan siapa yang dianggap sebagai lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh konstitusi, akan terjawab dalam sidang pembacaan putusan perkara SKLN dengan nomor perkara 004/SKLN-IV/2006, yang diajukan oleh Bupati Bekasi (Drs. H.M. Saleh Manaf)/Wakil Bupati Bekasi (Drs. Solihin Sari) sebagai Pemohon terhadap Presiden Republik Indonesia sebagai Termohon I, Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia sebagai Termohon II, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bekasi sebagai Termohon III.
Pemohon yang diwakili oleh kuasa hukumnya, Dr. Iur Adnan Buyung Nasution, dkk mengajukan beberapa pokok permohonannya, yaitu keberatannya kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) yang memberhentikan Pemohon dari jabatannya selaku Bupati/Wakil Bupati Bekasi. Pemohon juga keberatan kepada DPRD Kabupaten Bekasi yang telah membuat Peraturan Daerah (Perda) tentang APBD Bekasi tahun 2006 tanpa melibatkan dirinya. Menurut Pemohon tindakan Mendagri dan DPRD Kabupaten Bekasi telah melampaui kewenangannya dan bertentangan dengan Pasal 18 ayat (2), (5) dan (6) UUD 1945 jo. Pasal 25 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Sidang SKLN ini telah menjalani dua kali sidang panel dan sekali sidang pleno.
Putusan UU Advokat
Mahkamah Konstitusi (MK) akan menyelenggarakan sidang putusan pengujian Pasal 32 ayat (1) UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) yang diajukan oleh A. Wahyu Purwana, S.H., M.H. (Pemohon I), M. Widhi Datu Wicaksono, S.H. (Pemohon II), A. Dhatu Haryo Yudo, S.H. (Pemohon III) dan Mohammad Sofyan. S.H. (Pemohon IV) pada Rabu, 12 Juli 2006 pukul 11.00 WIB di Ruang Sidang MK Jalan Medan Merdeka Barat No. 7 Jakarta Pusat.
Para Pemohon menganggap Pasal 32 ayat (1) UU Advokat yang menyatakan, advokat, penasihat hukum, pengacara praktik dan konsultan hukum yang telah diangkat pada saat undang-undang ini mulai berlaku, dinyatakan sebagai advokat sebagaimana diatur dalam undang-undang ini bertentangan dengan Pasal 28C ayat (1), (2), Pasal 28D ayat (1), (2), (3), Pasal 28I ayat (2) dan Pasal 28F UUD 1945.
Menurut para Pemohon, lahirnya UU Advokat yang menyamakan arti kedudukan antara advokat, pengacara praktik, penasihat hukum, konsultan hukum telah merugikan orang-orang yang memiliki ilmu, pengetahuan serta pengalaman yang luas di bidang hukum, serta mengetahui seluk-beluk hukum. Hal ini terkait dengan larangan bagi mereka untuk memberi penyuluhan, memberi konsultasi hukum, maupun pekerjaan nirlaba dalam bidang penyuluhan.
Selain itu, menurut para Pemohon, terdapat pula implikasi Pasal 32 ayat (1) tersebut terhadap proses pemberian konsultasi hukum yang dilakukan oleh asisten advokat kepada kliennya dapat dianggap telah melakukan tindak pidana dengan memberikan keterangan palsu atau surat palsu karena mencantumkan pekerjaan berupa konsultan hukum yang tidak atau belum punya izin advokat.
Pada sidang panel terdahulu (14/6) yang dipimpin Hakim Konstitusi Prof. Dr. Abdul Mukhtie Fadjar, S.H., M.S. telah disahkan surat bukti P.1 sampai P.17. Pada kesempatan itu Pemohon menghadirkan dua ahli yaitu Haryadi Usman Jaka Sutapa, SH., MH dan Drs. Bambang Sudarsono, SH serta dua saksi yaitu Hani Octavianto, SH dan KRT. H. Pitoyo Rudiyanto, SH yang masing-masing telah didengarkan keterangannya. Di akhir sidang tersebut, Majelis Hakim menganggap bahwa keterangan yang disampaikan oleh Ahli maupun Saksi telah cukup dan akan dilanjutkan persidangan yang yang akan datang dengan acara Pembacaan Putusan.
Pemeriksaan pengujian UU ini melalui tiga kali sidang (termasuk sidang putusan 12 Juli 2006 nanti). (L. Widagdo E., Mastiur A.P.)