Selasa sore kemarin (04/07/06), sejumlah pasukan TNI dari beragam kesatuan (AD, AL, AU) dengan memakai seragam dinas lapangan, mendatangi gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka datang bukan untuk memburu musuh atau menertibkan para demonstran. Tanpa menenteng senjata apapun, mereka berkunjung ke MK untuk mendengarkan ceramah umum tentang fungsi dan wewenang MK yang disampaikan langsung oleh Ketua MK Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.
Di hadapan dua puluh perwira yang menjadi peserta Kursus Jabatan Hakim Militer angkatan ke-XIV ini, Prof. Jimly memaparkan dengan lugas, peran dan tugas MK sesuai amanah konstitusi. Sesuai dengan pasal 24C UUD 1945, MK tidak berwenang mengadili orang. Melainkan, tugas MK adalah mengadili sistem dan institusi negara, jelasnya, didampingi Sekjen MK, Janedjri M. Gaffar dan Kepala Dinas Penegakan Hukum (Kadisgakkum) Kol. (Laut) A. R. Tampubolon, SH.
Cermin dari sistem kenegaraan, lanjut Jimly, terwujud dalam bentuk undang-undang. Sedangkan, institusi negara menurut UUD 1945 disebut dengan lembaga negara. Maka dari itu, selain berwenang menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, MK juga berwenang menguji sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, imbuhnya.
Kewenangan MK lainnya adalah memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. MK baru bisa mengadili orang, hanya dalam kasus Impeachment. Jadi, orang itu adalah Presiden dan/atau Wakil Presiden. Bila memang terjadi, MK berwenang menggelar forum previligeatum (pengadilan khusus) bagi Presiden dan/atau Wakilnya, tegas Jimly.
Hak Memilih dan Dipilih
Dalam sesi tanya-jawab, salah satu peserta kursus mempertanyakan adanya perbedaan hak politik warga negara (baca: TNI dan sipil) untuk memilih dan dipilih. Sebagai sesama warga negara, mengapa anggota TNI harus melepaskan jabatan fungsional dan strukturalnya, jika ingin dipilih? Bukankah hal ini termasuk bertentangan dengan hak politik warga negara yang diatur dalam konstitusi, untuk sama-sama bisa memilih dan dipilih? Tanyanya.
Jawab Jimly, anggota TNI pun sebenarnya mempunyai hak memilih dan dipilih, asal, negara telah sanggup melaksanakan kehidupan demokrasi yang matang dan kinerja aparat TNI bisa dijamin profesionalitasnya. Lihat Jerman, PNS di sana bisa memilih dan dipilih tanpa harus mengundurkan diri dari jabatannya. Ketika akan dipilih, anggota militer pun bisa non aktif dulu. Ketika jabatan politiknya selesai, dia bisa kembali aktif ke kesatuannya, atau yang PNS dosen, bisa mengajar lagi, katanya memberi contoh.
Lebih jauh, guru besar Universitas Indonesia ini menjelaskan, ketika masing-masing kelompok atau elemen bangsa masih saling memanfaatkan satu sama lain untuk kepentingan sempit atau golongan tertentu, maka, selama itu pula kesetaraan hak untuk memilih dan dipilih, akan sulit terwujud. Karenanya, sangat diperlukan kedewasaan dalam berdemokrasi.
Ceramah umum yang dimulai jam 16.00 WIB ini, berakhir pukul lima sore dengan ditandai serah terima cinderamata antara Ketua MK dengan Kadisgakkum. (Wiwik B.W.)