Sidang perbaikan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri (UU PPTKI) - Perkara No. 61/PUU-XIII/2015 digelar Mahkamah Konstitusi pada Rabu (17/6) siang. Sidang dipimpin oleh Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna.
“Baik. Ini sidang perbaikan permohonan ya. Sebagaimana sudah dinasihati oleh Panel Hakim pada pemeriksaan sebelumnya, sekarang Saudara dipersilakan menyampaikan apa saja perubahan yang sudah dilakukan. Tidak perlu dibaca semuanya, bagian-bagian yang telah dilakukan perubahan saja disampaikan. Silahkan,” ucap Palguna membuka sidang.
“Ada beberapa penambahan Yang Mulia, di pokok permohonan di angka 3. Ketentuan Pasal 81 Undang-Undang PPTKI yang memuat frasa untuk melindungi calon TKI/TKI sebagai alasan untuk menghentikan atau melarang penempatan TKI di 21 negara Timur Tengah sudah merugikan hak konstitusional para Pemohon,” kata kuasa hukum Pemohon, Imam Asmara Hakim.
Imam menjelaskan bahwa frasa pertimbangan untuk melindungi calon TKI/TKI dapat ditafsirkan secara subjektif oleh Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) atau Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) yang sudah merugikan Calon TKI (CTKI) atau TKI yang ingin bekerja dan kembali bekerja di Timur Tengah khususnya para Pemohon.
“Tentunya alasan dalam konteks perlindungan TKI secara penafsiran sistematis dapat dijumpai dari penjelasan Pasal 27 ayat (2), yakni untuk keamanan TKI yakni terbebas dari bencana alam, bahaya perang, dan wabah penyakit menular,” ucap Imam.
“Maka alasan dan pertimbangan yang terukur dan objektif supaya tidak merugikan atau mengurangi hak warga negara khususnya CTKI atau TKI pada Pasal 81 ayat (1) UU PPTKI frasa untuk melindungi CTKI atau TKI sebagai alasan penghentian penempatan seyogianya diartikan bahwa negara tujuan atau negara pengguna adalah tidak sedang dalam bahaya perang, tidak sedang terserang wabah penyakit menular, tidak sedang mengalami bencana alam dan untuk melindungi kepentingan negara dapat ditambahkan bahwa negara tujuan bukan negara musuh Republik Indonesia,” imbuh Imam.
Dengan demikian, ungkap Imam, Pasal 81 ayat (1) UU a quo menjadi konstitusional, jelas dan tidak berpotensi normanya diperluas tanpa batas oleh pemerintah atau BNP2TKI. Pemerintah atau BNP2TKI tidak dapat menghentikan atau melarang penempatan dengan alasan subjektif sesuka penguasa, sehingga menyengsarakan rakyat. Dalam hal ini mendapatkan akses untuk bekerja di luar negeri.
“Jika di dalam negeri sendiri akses lapangan kerja terbatas dan potensi siksaan serta kekerasan majikan sering juga terjadi, apakah justru tidak lebih baik membuka akses selebar-lebaranya penempatan TKI di luar negeri? Bukan sebaliknya dengan justru menghentikan penempatan dengan alasan pertimbangan yang berdampak kerugian dalam hal ini ketidakadilan pada banyak pihak,” tegas Imam.
Sebelumnya, permohonan ini diajukan oleh PT. Gayung Mulya Ikif yang diwakili Novebri Krisnandaru Sasongko (Pemohon I), serta dua orang warga negara yaitu Nurbayanti (Pemohon II), dan Abbdusalam (Pemohon III). Para Pemohon menguji ketentuan Pasal 11 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 81 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 94 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 95 ayat (1) dan ayat (2) UU PPTKI.
Pemohon I merupakan badan hukum perdata yang bergerak di bidang usaha penempatan tenaga kerja dan transmigrasi. Sedangkan Pemohon II adalah seorang TKI yang pernah bekerja di Arab Saudi dan Pemohon III seorang calon TKI yang hingga saat ini tidak dapat bekerja ke Arab Saudi. Menurut PT. Gayung Mulya Ikif, pihaknya merasa dirugikan dengan ketentuan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 81 ayat (1) yang menyatakan bahwa penempatan TKI di luar negeri harus sesuai dengan perjanjian tertulis antara pemerintah dengan negara tujuan.
Akibat ketentuan tersebut, PT Gayung Mulya Ikif tidak dapat menjalankan usaha pengiriman TKI dan para calon TKI tidak dapat bekerja di Arab Saudi karena adanya surat edaran dari Kementerian Tenaga Kerja terkait pelarangan penempatan TKI di sejumlah negara Timur Tengah. Sehingga berakibat pada penghentian penempatan ke negara Arab Saudi dan sekitarnya. (Nano Tresna Arfana)