JAKARTA - Gugatan Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) yang mempermasalahkan keterlibatan Komisi Yudisial (KY) dalam perekrutan hakim tingkat pertama di tiga badan peradilan terus bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, Komisioner KY, Taufiqurrohman Syahuri mengingatkan agar tidak menggunakan tafsir limitatif dalam melihat kewenangan KY dalam konstitusi.
"Jika ahli Ikahi gunakan tafsir limitatif maka bukan hanya KY, MK pun tidak ada kewenangan melakukan seleksi hakim karena di UUD tidak disebutkan. Yang disebut hanya wewenang lain yang diberikan kepada KY dan MA," terang Taufiqurrohman, Selasa (16/6).
Dia mengungkapkan hal ini memang berhubungan dengan keterangan ahli Ikahi di sidang, Senin (15/6), diantaranya mantan hakim konstitusi Laica Marzuki, ahli tata negara Irman Putra Sidin, dan Guru besar fakultas hukum Universitas Padjajaran Bandung I Gde Pantja Astawa.
Di kesempatan itu, Laica menjelaskan KY bukanlah lembaga yang berhak menyeleksi hakim tingkat pertama. Dia juga menyebut perbuatan mengawasi atau mengontrol jelas berbeda dengan tindakan memilih. Sehingga dengan melibatkan KY bersama MA untuk menyeleksi hakim akan terjadi anomali.
"KY memang tidak pelaku kekuasaan kehakiman (yudisial) di bidang norma hukum tapi KY pelaku kekuasaan di bidang norma etik," ujar Taufiqurrohman.
Dia mengatakan, terkait wewenang lain dalam konstitusi, KY bertugas untuk menjaga etika hakim yang dapat dilakukan sejak dini, dengan memilih bibit hakim yang berintegritas dan kualitas melalui seleksi pengangkatan hakim bersama MA.
"Tertundanya rekruitmen hakim itu kelalaian pihak MA yang tidak sungguh-sungguh melaksanakan tiga UU peradilan," kata Taufiqurrohman.
Untuk diketahui, saat ini beberapa Pengurus Pusat (PP) Ikahi, mengajukan uji materi terhadap Pasal 14A ayat (2) dan (3) UU Nomor 49/2009 tentang Peradilan Umum, Pasal 13A ayat (2) dan (3) UU Nomor 50/2009 tentang Peradilan Agama, dan Pasal 14A ayat (2) dan (3) Nomor 51/2009 tentang Peradilan TUN di MK. Mereka mempersoalkan keterlibatan KY dalam perekrutan hakim.