Jakarta, CNN Indonesia -- Tidak hanya diragukan maksud dan tujuannya, usulan dana aspirasi yang tercetus dari para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga diragukan dari segi landasan hukum. Bahkan beberapa pihak menilai dana aspirasi ini justru tidak sesuai dengan amanat konstitusi.
Peneliti Indonesia Legal Roudtabel (ILR) Erwin Natosmal Oemar mengatakan bahwa dalam konstitusi, DPR hanya memiliki tiga fungsi, yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Dan kewenangan DPR untuk menganggarkan hanya sebagai fungsi, bukan merupakan hak. (Baca juga: Banyak Ajukan Proyek, Peran Pimpinan DPR Dipertanyakan)
"Ada sesat pikir di DPR dalam memahami fungsi anggaran," kata Erwin kepada CNN Indonesia di Kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta.
Lebih lanjut, Erwin menjelaskan, fungsi anggaran yang bisa dilakukan oleh DPR hanya sebatas membahas dan menyetujui anggaran. Bukan menentukan anggaran seperti yang mereka lakukan pada dana aspirasi tersebut.
"Konstitusi mengatakan fungsi anggaran DPR yaitu membahas anggaran dan menyetujui anggaran. Membahas anggaran ketika DPR ketemu dengan partnernya. Misalnya Komisi 3 bertemu dengan KPK, Kepolisian, atau Komisi Yudisial," jelasnya. (Baca juga: NasDem: Dana Aspirasi Produk Dari Cacat Pikir)
Jika dalam pembahasan DPR tidak menyetujui anggaran yang diajukan kementerian atau lembaga, berarti DPR mempunyai prinsip menolak anggaran yang diajukan oleh kementerian dan lembaga.
"Tidak sampai sejauh ini yang memberi kewenangan untuk membuat anggaran sendiri untuk kepentingannya sendiri," ujar Erwin.
Undang-undang MD3 Harus Dihapuskan
Pengajuan dana aspirasi yang dinilai menyalahi kewenangan DPR disebabkan karena adanya landasan hukum yang bias. Penggunaan pasal 80 J Undang-Undang MD3 sebagai dasar para anggota dewan untuk mengajukan program pembangunan daerah pemilihannya itu memang sudah lama dinilai sebagai pemicu timbulnya usulan dana-dana liar seperti dana aspirasi.
Dalam pasal 80 J Undang-Undang MD3 tertulis, anggota DPR berhak mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah pemilihan.
"Itu tanpa disebutkan sebagai hak sudah menjadi fungsi dia (DPR). DPR licik memasukkan poin itu sehingga berimplikasi pada anggaran dia sendiri," ujar Erwin. (Baca juga: Dana Aspirasi Bakal Perlebar Kesenjangan Jawa - Luar Jawa)
Hal tersebut pun dinilai Erwin sebagai adanya upaya pembengkakkan kewenangan ole DPR. "Ada pembengkakkan kewenangan secara inkonstitsional yang dilakukan DPRh. DPR sudah mencampuri ranah eksekutif untuk mengelola anggaran. Ketentuan ini menabrak prinsip pemisahan kekuasaan," ujar Erwin.
Untuk itulah, beberapa organisasi yang tergabung dalam Koalisi Kawal Anggaran, termasuk ILR menuntut adanya penghapusan pasal 80 J yang terdapat dalam Undang-Undang MD3 tersebut.
"Pasal 80 J harus dihilangkan dalam MD3 karena akan terus menjadi polemik," kata Peneliti Hukum dan Politik Anggaran Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam. (Baca juga: Tolak Dana Aspirasi, NasDem Usulkan Revisi UU MD3)
"Pasal ini hanya menimbulkan kerancuan di masa depan dalam proses penganggaran di DPR. Masyarakat sipil atau orang yang merasa dirugikan akan adanya praktik harus mengujimaterilkan pasal ini ke Mahkamah Konstitusi," tegas Erwin.
Pasal 80 J memang dinilai banyak pihak sebagai pasal siluman. Roy mengatakan dalam Rancangan Undang-undang beberapa waktu lalu, pasal tersebut pernah diganti.
"RUU MD3 tidak ada maskah akademis. Pasal ini tidak ada penjelasannya. Pernah muncul draft baru kata program diganti dengan anggaran. Kemudian diganti lagi dengan program," jelas Roy.
Ikuti diskusi dan kirim pendapat anda melalui form di bawah ini atau klik di sini
(pit)
Sumber: http://www.cnnindonesia.com/politik/20150616103828-32-60253/dana-aspirasi-bukti-dpr-melanggar-konstitusi/