JAKARTA, GRESNEWS.COM – Mahkamah Agung (MA) sudah mengajukan anggaran soal kuota penerimaan seleksi calon hakim kepada Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Langkah yang diambil MA ini dilakukan sendiri tanpa berkoordinasi dengan Komisi Yudisial. Padahal menurut sejumlah undang-undang (UU) di lingkungan peradilan, MA bersama KY diberikan wewenang untuk merekrut hakim pengadilan tingkat pertama.
Juru bicara Mahkamah Agung Suhadi mengatakan, MA akan segera melakukan seleksi penerimaan hakim pengadilan tingkat pertama, ketika pemerintah sudah menyetujui anggaran soal berapa kuota hakim yang akan diterima. Kini MA sudah mengajukan anggaran untuk seleksi penerimaan hakim tingkat pertama dengan kuota sebanyak 750 hakim pada kementerian pemberdayaan aparatur negara dan reformasi birokrasi (Menpan).
Hanya saja Menpan belum memberikan jawaban soal kuota hakim yang bisa dianggarkan pemerintah. "Apakah kemampuan pemerintah bisa dipenuhi atau memang dibatasi kita tunggu saja. Nanti kalau sudah ada lampu hijau dari pemerintah maka kita akan umumkan pada masyarakat penerimaan hakim," ujar Suhadi pada wartawan usai sidang uji materi sejumlah undang-undang peradilan yang diajukan Ikatan Hakim Indonesia di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (15/6).
Ia memperkirakan, setidaknya akan disetujui 350 hakim baru. "Sebab pengadilan umum, agama, dan tata usaha negara memang membutuhkan hakim dengan jumlah tersebut," ujarnya.
Suhadi menambahkan, untuk melakukan seleksi penerimaan hakim pengadilan tingkat pertama, MA tidak akan menunggu hasil putusan MK soal uji materi yang diajukan Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi).
Untuk diketahui, Ikahi menggugat tiga undang-undang yang mengatur soal kewenangan Komisi Yudisial (KY) untuk menyeleksi hakim bersama MA. Dalam gugatan Ikahi, KY dianggap tidak berwenang menyeleksi hakim tingkat pertama. Sehingga MA yang paling berwenang menyeleksi sebagai pimpinan lembaga yudikatif.
MA bersikeras untuk tetap melaksanakan seleksi hakim secepatnya lantaran lima tahun belakangan ini memang tidak ada rekrutmen hakim. Ia khawatir akibat tidak adanya rekrutmen hakim, bisa terjadi kekosongan pimpinan peradilan di tingkat bawah. Ia mencontohkan kekosongan pimpinan peradilan tingkat bawah ini pernah terjadi pada dirinya.
"Dulu saya masih golongan III/d sudah diangkat menjadi pimpinan, padahal seharusnya yang menjadi pimpinan golongan IVA. Ini karena kekosongan dulu pada tahun 1974. Ini kemungkinan akan terjadi lagi nanti," lanjut Suhadi.
Menanggapi hal ini, Komisioner Komisi Yudisial Imam Anshori Saleh mengatakan tak masalah MA melakukan rekrutmen hakim pengadilan tingkat pertama tanpa keterlibatan KY. Meskipun begitu, ia menilai langkah MA tersebut melanggar UU.
Imam mengingatkan, jika MA tetap bersikeras melakukan seleksi hakim tanpa KY, maka bisa jadi hasil seleksi tersebut rentan untuk dipersoalkan kebasahannya. "Kalau mau melanggar UU silakan. Kecuali ada peraturan pemerintah pengganti UU, baru boleh menyimpang dari 3 UU. Apa kata dunia, masa MA melanggar UU?" ujar Imam saat dihubungi Gresnews.com pada kesempatan terpisah, Senin (15/6).
Sebelumnya, pengurus Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) diantaranya Imam Soebechi, Suhadi, Abdul Manan, Yulius, Burhan Dahlan, dan Soeroso Ono menggugat sejumlah pasal dalam sejumlah undang-undang. Diantaranya Pasal 14 A ayat (2) UU Nomor 49 Tahun 2009 tentang peradilan umum, Pasal 13A ayat (2) UU Nomor 50 tahun 2009 tentang peradilan agama, dan UU nomor 51 Tahun 2009 tentang peradilan tata usaha negara.
Dalam gugatan tersebut, ketentuan yang mengatur kewenangan KY untuk mengangkat hakim tersebut digugat karena dianggap akan mengganggu independensi calon hakim. Akibat judicial review ini, MA dan KY saling klaim sebagai pihak yang paling berhak melakukan seleksi hakim agung.
Reporter : Lilis Khalisotussurur
Redaktur : Muhammad Agung Riyadi
Sumber: http://www.gresnews.com/berita/hukum/20166-mahkamah-agung-ajukan-kuota-anggaran-seleksi-calon-hakim-tanpa-komisi-yudisial/