Para mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan International Islamic University Malaysia melakukan kunjungan ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (15/6) siang. Peneliti MK, Anna Triningsih menerima kunjungan tersebut. Pada kesempatan tersebut, Anna menjelaskan mengenai sejarah dan kewenanangan MK.
“Mahkamah Konstitusi adalah lembaga negara yang masih sangat muda, tetapi memiliki peran penting, karena Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga peradilan sebagai bagian dari kekuasaan kehakiman. Kalau dulu Indonesia hanya memiliki satu kekuasaan kehakiman yaitu Mahkamah Agung,” papar Anna saat membuka pertemuan itu.
Anna mengatakan, kedudukan MK dan Mahkamah Agung (MA) itu sejajar, tidak akan saling mengganggu karena peran kedua lembaga ini berbeda. Kalau MK sebagai peradilan norma, sedangkan MA sebagai peradilan yang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang (UU).
Dijelaskan Anna, MK Indonesia lahir pada 13 Agustus 2003 pasca perubahan UUD 1945 dengan memiliki empat kewenangan dan satu kewajiban. Kewenangan pertama MK adalah melakukan pengujian UU terhadap UUD. Kewenangan kedua MK adalah memutus sengketa kewenangan antara lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945. “Bahwa tidak semua lembaga negara bisa menjadi pemohon. Lembaga negara yang bisa menjadi pemohon dalam persidangan MK yang kewenangannya diberikan oleh UUD, misalnya DPR atau BPK.
Selanjutnya kewenangan ketiga MK adalah menyelesaikan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum. Kemudian kewenangan keempat MK adalah membubarkan partai politik. Pada 2004 MK hanya mengadili sengketa hasil Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden. Namun sejak 2008 MK juga mengadili sengketa hasil Pemilu Kepala Daerah (Pemilukada).
“Sedangkan kewajiban MK adalah memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan atau Wakil Presiden menurut UUD,” ucap Anna kepada para mahasiswa.
“Lantas kenapa MK memiliki empat kewenangan dan satu kewajiban tersebut? Semua itu ada original intent-nya,” imbuh Anna.
Anna menerangkan, sebelum reformasi 1998, Indonesia tidak mengenal adanya pengujian UU. Pada masa orde baru, produk undang-undang yang baik maupun buruk, suka atau tidak suka, rakyat Indonesia harus melaksanakan. Dengan adanya reformasi, berlanjut pada perubahan UUD 1945, mulailah dibentuk Mahkamah Konstitusi yang berwenang menguji UU terhadap UUD. “Tapi hanya menguji undang-undang, peraturan perundang-undangan di bawahnya bukan menjadi kewenangan MK,” tegas Anna.
Mengenai proses persidangan di MK digunakan hukum acara umum dan hukum acara khusus. Kenapa MK memiliki hukum acara khusus? Karena memang kewenangan-kewenangan MK berbeda-beda, misalnya ada kewenangan menguji undang-undang, kewenangan memutus sengketa kewenangan antara lembaga negara, dan sebagainya. “Jadi setiap kewenangan punya hukum acara sendiri,” imbuh Anna. (Nano Tresna Arfana)