Aturan mengenai pengunduran diri bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada) kembali diuji ke Mahkamah Konstitusi (MK). Bambang Suroso, seorang PNS, mengajukan perkara yang teregistrasi Nomor 70/PUU-XIII/2015. Ia hadir tanpa diwakili kuasa hukumnya dalam sidang yang digelar pada Kamis (11/6) di Ruang Sidang Pleno MK.
Bambang merasa hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya Pasal 7 huruf t UU Pilkada. Pasal 7 huruf t UU Pilkada menyatakan “Warga negara Indonesia yang dapat menjadi Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, dan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota adalah yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: t. Mengundurkan diri sebagai anggota Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pegawai Negeri Sipil sejak mendaftarkan diri sebagai calon”.
Pemohon merasa dirugikan karena jika Pemohon mengajukan diri untuk menjadi calon kepala daerah, maka harus mengundurkan diri sebagai PNS. Menurut Pemohon, Pasal 7 huruf t UU Pilkada telah menimbulkan ketidakpastian hukum, sebagaimana tercantum dalam Alinea IV Pembukaan, Pasal 1 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945, serta menghilangkan hak konstitusional Pemohon untuk diberlakukan sama didepan hukum sebagaimana tercantum dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
“Pemohon disamping dirugikan atas nama hak-hak konstitusional, juga kerugian lain baik langsung maupun tidak langsung berupa hilangnya hak-hak Para Pemohon sebagai warga negara yang mengembangkan profesinya sebagai pegawai negeri sipil harus mengundurkan diri,” terangnya di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Wakil Ketua Anwar Usman tersebut.
Untuk itu, dalam petitumnya Pemohon meminta agar Mahkamah mengabulkan permohonannya. Selain itu, Pemohon juga meminta agar Pasal tersebut dibatalkan karena bertentangan dengan UUD 1945. “Menyatakan bahwa Pasal 7 huruf t Undang-Undang Nomor 8 Tahun perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2015 Nomor 57 bertentangan dengan 1945,” paparnya.
Saran Perbaikan
Menanggapi permohonan tersebut, majelis hakim yang juga dihadiri oleh Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul dan Wahiduddin Adams memberikan saran perbaikan. Wahiduddin menjelaskan Pemohon harus mempertajam kedudukan hukum pemohon.
“Hanya yang mungkin perlu dikuatkan bobot legal standing-nya. Karena di sini Pemohon ini adalah berstatus PNS, ya? Namun, ini harus diperkuat, didalilkan juga, ya. Apakah Pemohon akan maju sebagai calon dalam Pilkada, dalam pemilihan bupati, gubernur, walikota? Karena ini bukan karena syarat PNS-nya, tetapi ini terkait dengan PNS yang akan maju sebagai calon,” terangnya.
Sementara Anwar Usman menyarankan agar Pemohon memperjelas diskriminasi yang dialami dengan berlakunya pasal yang diuji. Ia juga memberi waktu 14 hari untuk Pemohon melakukan perbaikan permohonan. (Lulu Anjarsari)