Sebelas mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar mengunjungi Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (11/6). Kedatangan para mahasiswa semester 4 yang tergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Asian Law Students Association (ALSA) ini disambut oleh Peneliti Pusat Penelitian dan Pengkajian MK Bisariyadi. Pada kesempatan itu, Bisar kemudian berbagi pengetahuan kepada para mahasiswa terkait kewenangan MK.
Menurut Bisar, MK mempunyai empat kewenangan dan satu kewajiban konstitusional. Kewenangan tersebut yakni menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Sedangkan kewajiban MK yaitu memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/ atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar. “Dari semua kewenangan ini, pembubaran partai politik belum pernah dilakukan,” tambah Bisar.
Lebih lanjut, Bisar menyampaikan sejak 2013 penanganan perkara pemilihan kepala daerah tidak lagi menjadi kewenangan MK. Kemudian pada 2014, terdapat peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) yang menyatakan perkara pemilihan kepala daerah ditangani oleh Mahkamah Agung (MA). Namun dalam perjalanannya, terdapat penolakan dari MA. Pada 2015, disahkan undang-undang tentang pemilihan kepala daerah. Undang-undang itu mengatur pembentukan badan peradilan khusus yang menangani perkara pemilihan kepala daerah. Sebelum peradilan khusus itu terbentuk, maka kewenangan menangani perselisihan hasil pemilihan kepala daerah masih ditangani oleh MK.
“Pembentuk undang-undang, DPR dan Pemerintah sepakat bahwa nanti akan dibentuk badan peradilan khusus yang menangani perselisihan hasil pilkada, nanti tapi. Sebelumnya, kewenangan memeriksa pemilu masih ditangani oleh MK. Jadi Desember kita (MK) kebanjiran perkara Pilkada lagi,” papar Bisar.
Dalam sesi tanya jawab, salah satu mahasiswa Azhar menanyakan tentang pengujian ketentuan larangan bagi keluarga petahana untuk mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah. Menjawab pertanyaan itu, Bisar mengatakan bahwa perkara tersebut masih dalam proses dan belum diputus. Sekarang, lanjut Bisar, proses persidangan sampai pada tahap mendengarkan keterangan saksi dan ahli.
“Masih dalam proses, jadi masih dalam persidangan-persidangan, sekarang dalam tahapan mendengarkan keterangan ahli, jadi sudah mendengarkan keterangan Presiden, sudah mendengarkan keterangan DPR, juga sudah mendengarkan keterangan pihak terkait, sekarang masih dalam tahap keterangan saksi dan ahli. Nanti, biasanya setelah saksi dan ahli semuanya diperiksa, itu sidang ditutup. Kemudian ada tahapan berikutnya yang sifatnya tertutup yaitu Rapat Permusyawaratan Hakim,” jelas Bisar. (Triya IR)