Dewan Etik Mahkamah Konstitusi (MK) menerima audiensi dari Anggota dan Staf Ahli Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) pada Rabu (10/6) pagi. Rombongan audiensi tersebut diterima langsung oleh Ketua Dewan Etik MK Abdul Mukhtie Fadjar di ruang Delegasi, Lantai 15 Gedung MK.
Pada kesempatan itu, Mukhtie Fadjar menjelaskan Dewan Etik MK bertugas untuk menerima aduan dari pihak manapun terkait dengan etika Hakim Konstitusi. Menurut Mukthie, Dewan Etik bisa memberikan sanksi kepada hakim terkait, mulai dari sanksi ringan hingga mengusulkan dibentuknya Majelis Kehormatan Hakim MK. “Dewan Etik memberikan sanksi yang ringan berupa teguran terhadap hakim MK yang melanggar etika. Tetapi apabila pelanggarannya berat, maka akan diusulkan Majelis Kehormatan Hakim MK, hal ini dikarenakan Dewan Etik MK harus tegas,” ujar mantan Hakim MK periode pertama itu.
Lebih lanjut, Mukthie menjelaskan dalam keanggotaan Dewan Etik juga terdapat mantan hakim MK. Hal ini dilandasi alasan karena sebagai mantan hakim MK, maka Ia lebih tahu dan mengerti bagaimana caranya seorang hakim bersikap dengan baik. Tetapi, lanjut Mukthie, hal tersebut berbeda dengan Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, di mana keanggotaanya dari fraksi politik dan masih menganggap semuanya adalah teman.
Dalam audiensi tersebut, salah satu Staf Ahli DPRP sempat menceritakan bahwa kasus pelanggaran etik juga terjadi di Papua. Menurutnya, jika terjadi pelanggaran oleh Anggota Dewan maka akan ditegur. Namun, apabila lebih dari tiga kali, maka akan dilaporkan langsung kepada pihak yang berwajib atau kepolisian.
Menanggapi cerita tersebut, Mukhtie mengungkapkan bahwa proses penanganan pelanggaran itu tidak jauh berbeda dengan di MK. Menurut Mukhtie, Dewan Etik MK juga akan memberikan teguran lisan. Jika terjadi pelanggaran berat, Dewan Etik MK akan memberikan rekomendasi di bentuknya Majelis Kehormatan Hakim MK.
“Begitu juga di MK, jika hakim lima kali tidak datang dalam persidangan, maka ia akan diberhentikan. Karena itu secara tidak langsung telah menunda-nunda persidangan yang menimbulkan pelanggaran etik,” tandas Mukhtie sebelum mengakhiri pertemuan tersebut. (panjierawan)