Sidang lanjutan pengujian materiil Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS) digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (10/6) siang dengan agenda mendengarkan keterangan Presiden dan DPR. Perkara yang terdaftar dengan Nomor 47/PUU-XIII/2015 ini dimohonkan oleh empat pemerhati jaminan sosial, Yaslis Ilyas, Kasir Iskandar, Odang Muchtar, dan Dinna Wisnu.
Dalam persidangan, Pemerintah diwakili oleh Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Medikolegal Tri Tarayati. Sementara DPR berhalangan hadir dalam persidangan. Tri Tarayati mengungkapkan, berdasarkan ketentuan Pasal 22 UU BPJS, tugas dan fungsi Dewan Pengawas adalah untuk mengawasi pengurusan BPJS oleh direksi dan memberikan nasihat kepada direksi dalam penyelenggaraan program jaminan sosial.
“Oleh karena itu, tugas dan fungsi Dewan Pengawas adalah dalam rangka memastikan jalannya BPJS agar masyarakat mendapatkan manfaat sehingga terpenuhinya hak jaminan sosial masyarakat sebagaimana yang telah diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945,” papar Tri. Tri juga menambahkan, pengawasan BPJS dilakukan secara internal dan eksternal yang dilakukan masing-masing oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional sebagai pengawasan eksternal dan Dewan Pengawas sebagai pengawasan internal.
Pemerintah beranggapan, ketentuan Pasal 21 UU BPJS yang menentukan adanya unsur dari pemerintah, pekerja, pemberi kerja dan tokoh masyarakat dalam Dewan Pengawas ditentukan sebagai kebijakan terbuka Pembentuk Undang-Undang untuk merumuskannya. Hal ini sesuai dengan amanat Pasal 28 dan Pasal 34 UUD 1945 serta UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN).
“Dalam penyelenggaraan sistem jaminan sosial dengan ditentukannya ketiga unsur dalam Dewan Pengawas, justru telah memberikan kepastian hukum sebagai penyaluran aspirasi dari setiap unsur dalam penyelenggaran sistem jaminan sosial yang menjadi tanggung jawab negara,” urai Tri.
Selain itu, menurut Pemerintah, keinginan Pemohon untuk berpartisipasi menjadi anggota Dewan Pengawas tidak dihalang-halangi. Pemohon diberikan kesempatan melalui rekrutmen secara terbuka dengan kualifikasi yang diatur dalam ketentuan Pasal 25 dan Pasal 27 UU BPJS.
Sebelumnya, Pemohon menyatakan Pasal 21 ayat (2) UU BPJS beserta penjelasannya telah membuka ruang terpilihnya Dewan Pengawas BPJS yang tidak sesuai dengan kehendak rakyat. Masuknya dua unsur pemerintah sebagai dewan pengawas menimbulkan ketidakindependenan pengawasan yang dilakukannya. BPJS merupakan badan hukum publik seperti halnya lembaga pemerintah.
Oleh karena itu, Pemohon menilai tidak tepat apabila unsur pemerintah secara khusus mendapat porsi pengawasan. Unsur pemerintah tersebut juga membatasi setiap warga negara yang tidak duduk dalam pemerintahan, tetapi profesional, berpengetahuan, kompeten, dan berkepedulian tinggi terhadap jaminan sosial untuk ikut mengawasi operasional BPJS sebagai badan hukum publik.
Begitu pula dengan dua orang unsur pekerja dan dua orang unsur pemberi kerja. Aturan tersebut juga membatasi setiap warga negara yang berkeinginan menjadi dewan pengawas yang tidak mempunyai afiliasi dalam suatu organisasi pekerja maupun pengusaha. Adapun unsur tokoh masyarakat dinilai merupakan unsur yang sangat rawan menjadi akal-akalan dalam memilih seorang menjadi dewan pengawas, karena terdapat kemungkinan yang dipilih merupakan rekan atau sejawat yang juga merupakan seorang tokoh masyarakat, tetapi tidak memiliki pengetahuan, kompetensi, dan kepedulian dalam bidang jaminan sosial. (Nano Tresna Arfana)