Belakangan ini, banyak media yang memberitakan mengenai meninggalnya penambang di lokasi tambang emas ilegal, di Kabupaten Sijunjung. Peristiwa ini telah terjadi berulang kali di ranah Lansek Manih. Dalam minggu lalu, ada dua kecelakaan tambang yang terjadi di dua jorong yang berbeda dan mengakibatkan meninggalnya penambang. Kecelakaan pertama terjadi di Jorong Subarang Ombak Nagari Muaro, hanya berselang dua hari, kasus yang sama kembali terulang di jorong Lintas Harapan nagari Palangki kecamatan IV (Haluan,8/6/2015).
Kegiatan penambangan yang tak terkendali di Kabupaten Sijunjung tentu menimbulkan pelbagai permasalahan, baik dari segi hukum, sosial dan lingkungan hidup masyarakat.
Sebenarnya, untuk pengelolaan sumber daya alam konstitusi telah mengamanatkan, sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 bahwa “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Menelisik dari makna kata “dikuasai oleh negara” yang terdapat dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 banyak menimbulkan perdebatan di kalangan pengamat hukum yang ada di negara ini. Terkait dengan itu, Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga kehakiman yang berwenang menangani perkara konstitusi, telah memberi tafsiran dalam putusan MK terhadap Judicial Review Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi; dan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, terhadap Pasal 33 UUD 1945 tentang pengertian “dikuasai oleh negara”. MK menafsirkan dikuasai oleh negara adalah rakyat secara kolektif memandatkan kepada negara untuk mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad) dan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Berangkat dari tafsiran MK tersebut, permasalahan yang terjadi sekarang yaitu banyaknya penambang “liar” yang beroperasi di kawasan Kabupaten Sijunjung. Seharusnya mereka meminta izin kepada pemerintah daerah setempat. Berdasarkan tafsiran MK mengenai dikuasai oleh negara, pemerintah berwenang untuk mengadakan kebijakan, pengurusan, pengaturan dan pengawasan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak. Meskipun pemerintah telah melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap area tambang yang ada, namun masyarakat masih enggan meninggalkan pekerjaan ilegal yang penuh resiko tersebut.
Menelusuri alasan kenapa mereka melakukan tambang ilegal, faktor ekonomi lah yang santer menyebabkan masyarakat berat untuk meninggalkan kegiatan tambang ilegal ini. Dengan penghasilan yang menggiurkan menjadi penambang, mereka rela menanggung pekerjaan yang penuh resiko. Selain faktor ekonomi, budaya juga menjadi alasan kenapa mereka memilih pekerjaan sebagai penambang. Budaya masyarakat setempat yang telah turun temurun sebagai penambang emas dengan menggunakan kuali yang lazim disebut sebagai “dulang emas” telah menjadi tradisi dalam kehidupan masyarakat hukum adat setempat.
Jalan Keluar
Dengan permasalahan tambang seperti ini tentu tidak dapat diselesaikan dengan waktu yang cepat. Untuk menertibkan pertambangan emas ilegal perlu dilakukan secara bertahap. Alasan tidak bisa diselesaikan dengan waktu yang cepat, karena kegiatan pertambangan di Sijunjung sudah meregenerasi, diibaratkan seperti mata rantai yang telah menyatu menjadi sebuah rantai yang kuat. Sehingga dibutuhkan waktu untuk memutus rantai tersebut.
Dalam memutus rantai pertambangan emas ilegal, pemerintah dapat melakukan upaya preventive (pencegahan) dan represif (bersifat menekan dengan memberi sanksi)
Pertama, upaya yang dapat dilakukan pemerintah dalam waktu dekat, dapat melakukan penertiban ilegal yang ada di lokasi pertambangan dengan upaya represif. Bentuk konkretnya seperti pemerintah dapat menjatuhkan sanksi administrasi berupa teguran, bestuurdwang ( paksaan pemerintah ) dan dwangsom ( Uang paksa ). Jika teguran pemerintah tersebut tidak dihiraukan oleh penambang, maka pemerintah dapat menjatuhkan sanksi beestuurdwang dan dwangsom kepada penambang ilegal. Sanksi administrasi dinilai lebih efektif untuk menangani kasus ini karena perbuatan yang mereka lakukan merupakan pelanggaran administrasi dengan tidak mempunyai izin untuk melakukan kegiatan pertambangan dari pemerintah daerah setempat. Dengan diberikannya sanksi kepada pelaku pertambangan ilegal yang menjamur di Sijunjung, tentu membuat ancaman bagi pertambangan tersebut, sehingga sedikit demi sedikit pertambangan ilegal dapat berkurang.
Kedua, selain upaya jangka pendek, pemerintah juga bisa melakukan upaya dalam jangka panjang dengan melakukan upaya preventive. Bentuk upaya pencegahan yang dapat dilakukan oleh pemerintah yaitu dengan mengubah pola pikir masyarakat. Misal dengan memberi penyuluhan akibat bahaya dari pertambangan ilegal terhadap keadaan lingkungan. Selain itu, pemerintah juga bisa mengarahkan masyarakat untuk melakukan pekerjaan yang lain untuk sebagai mata pencahariannya, seperti berternak dan bertani. Untuk melakukan semua itu dapat dilakukan melalui sosialisasi kepada masyarakat langsung serta memberikan penyuluhan mengenai pentingnya menjaga lingkungan sekitar.
Agar terealisasinya segala upaya supaya masyarakat meninggalkan kegiatan tambang, pemerintah harus memberikan pilihan profesi yang dapat dikerjakan oleh masyarakat apabila pertambangan di lingkungan mereka ditutup. Profesi yang dapat ditawari oleh pemerintah kepada masyarakat seperti berternak dan bertani. Dalam pengalihan matapencaharian dari penambang menjadi peternak ataupun petani, program pemerintah ini dapat diiringi dengan memberi bantuan kepada penduduk. Bantuan tersebut dapat berupa pemberian hewan ternak seperti kambing dan sapi kepada masyarakat atau dengan memberikan bantuan pupuk kepada masyarakat yang ingin bertani. Pemberian bantuan kepada masyarakat tersebut merupakan bentuk partisipasi dari pemerintah untuk mencarikan solusi permasalahan apabila masyrakat meninggalkan profesi sebagai penambang.
Penutup
Permasalahan pertambangan di Sijunjung bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja, melainkan menjadi tugas semua elemen masyarakat Sijunjung itu sendiri. Supaya permasalahan tersebut dapat terselesaikan, pemerintah dan masyarakat harus bahu membahu dalam upaya pencegahan maupun penertiban pertambangan ilegal tersebut.
Masyarakat harus sadar betapa besarnya dampak dari kegiatan pertambangan ilegal tersebut, tidak hanya kepada lingkungan saja melainkan juga berdampak pada keselamatan dari penambang itu sendiri. Dengan tidak adanya izin dari pemerintah, jika ada penambang yang mengalami kecelakaan dalam proses kegiatan pertambangan, maka pemerintah sebagai penyelenggara negara tidak bertanggung jawab akan kecelakaan tersebut. Karena kegiatan yang dilakukakan itu tanpa mendapat izin dari pemerintah. Oleh sebab itu, masyarakat yang berprofesi sebagai penambang emas ilegal perlu memikirkan resiko dari kegiatan yang dijalankan. Resiko yang terjadi pada penambang ilegal merupakan resiko yang harus ditanggung pribadi.
Penulis berharap dengan adanya tulisan ini, masyarakat mulai sadar akan bahaya dari pertambangan ilegal dan membuka hati mereka untuk beralih profesi seperti yang telah penulis uraikan diatas. Semoga. (*)
IKHWAN IKHSAN
(Pimpinan Redaksi Gema Justisia FH Unand,
Masyarakat Peduli Sijunjung)
Sumber: http://www.harianhaluan.com/index.php/opini/40972-menumpas-tambang-emas-ilegal