Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perkara pengujian Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan) - Perkara No. 50/PUU-XIII/2015 pada Selasa (9/6) siang. Agenda sidang adalah mendengarkan keterangan Pemerintah dan keterangan DPR.
Pihak Pemerintah diwakili oleh Wicipto Setiadi selaku Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham. Wicipto menjelaskan, pada dasarnya kepailitan merupakan sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah hakim pengawas sebagaimana diatur dalam UU Kepailitan.
“Sebagai akibat putusan pailit, debitur demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan,” kata Wicipto.
Wicipto mengatakan, dengan ditiadakannya hak debitur secara hukum untuk mengurus kekayaannya, maka menurut UU Kepailitan sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan, yang berhak melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit adalah kurator di bawah hakim pengawas.
Pemerintah berpendapat, berdasarkan kewenangan kurator tersebut dalam menjalankan tugasnya, kurator diberikan kewenangan untuk tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitur atau salah satu organ debitur. Meskipun dalam keadaan di luar kepailitan, persetujuan atau pemberitahuan demikian dipersyaratkan.
Dikatakan Wicipto, kurator dalam menjalankan tanggung jawabnya harus independen serta bebas dari benturan kepentingan sebagaimana dimaksud Pasal 15 ayat (3) UU Kepailitan yang menyatakan, “Independen dan tidak mempunyai benturan kepentingan.” Artinya, kelangsungan keberadaan kurator tidak tergantung pada debitur atau kreditur dan kurator tidak memiliki kepentingan ekonomis yang sama dengan kepentingan ekonomis debitur atau kreditur.
Sementara itu Pihak DPR diwakili oleh Didik Mukrianto anggota Komisi III DPR. Didik menyampaikan, tidaklah tepat apabila Pemohon menggunakan Pasal 28F UUD 1945 sebagai norma penguji. “Karena dalam norma tersebut mengatur hak untuk berkomunikasi, memperoleh informasi, serta hak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, menyampaikan informasi dengan segala jenis saluran yang tersedia,” papar Didik kepada Majelis yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Anwar Usman.
DPR berpendapat, dalil-dalil yang dimohonkan oleh Pemohon bersifat imparsial atau dapat dikatakan kabur. Dengan demikian, adalah tidak benar dan tidak beralasan dalil-dalil yang dikemukakan Pemohon yang menyatakan bahwa Pasal 69 ayat (2) huruf a UU Kepailitan telah merugikan hak konstitusional Pemohon dan bersifat diskriminatif.
Pasal 69 ayat (2) huruf a UU Kepailitan menyebutkan, “Dalam melaksanakan tugasnya, kurator: (a) tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitur atau salah satu organ debitor, meskipun dalam keadaan di luar kepailitan persetujuan atau pemberitahuan demikian dipersyaratkan.”
Sebagaimana diketahui, pengujian UU Kepailitan diajukan Tato Suwarto, Direktur PT Batamas Jala Nusantara. Pemohon merasa dirugikan dengan berlakunya Pasal 69 ayat 2 UU Kepailitan. Menurut Pemohon, ketentuan a quo tidak memberikan batasan yang tegas terhadap tugas seorang kurator. Menurut Pemohon pasal a quo memberikan hak yang dominan dan tidak terbatas terhadap seorang kurator dengan menempatkan kedudukan Debitor selaku pemilik harta pailit sebagai pihak luar dalam proses pengurusan dan pemberesan harta pailit.
Menurut Pemohon rumusan frasa “tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitur…”, telah membatasi, mencabut, serta menghilangkan hak debitur untuk mengetahui (right to know) dan hak untuk diberitahu (right to be confirmed) tentang keadaan harta pailit dan kelangsungan usaha debitor. Selain itu, ketentuan tersebut juga dianggap telah menghilangkan eksistensi Pemohon serta menyebabkan Kurator berwenang untuk merahasiakan pelaksaan tugasnya dalam pengurusan dan/atau pemberesan kepailitan. (Nano Tresna Arfana)