Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementrian Hukum dan HAM, Wicipto Setiadi mewakili Pemerintah, menyampaikan sikap dan pandangan Pemerintah dalam Sidang Pembuktian pengujian ketentuan pemilihan calon hakim dalam UU Peradilan Umum, UU Peradilan Agama, dan UU Peradilan TUN. Pemerintah pada pokoknya menilai keberlakuan UU a quo yang mengatur proses rekrutmen hakim pada peradian umum, telah sesuai dengan amanat konstitusi. Keterlibatan Komisi Yudisial sebagai organ mandiri yang bertugas menyeleksi calon hakim, merupakan bentuk komitmen dan keseriusan Pemerintah dalam menyeleksi hakim yang akan duduk dalam posisi penting yang akan melindungi dan menjaga kepentingan masyarakat.
Dengan kata lain, Pemerintah tidak sepakat dengan pendapat Pemohon yang mendalilkan bahwa kewenangan yang diberikan oleh UUD 1945 kepada KY untuk menyeleksi calon hakim telah memperluas kewenangan KY yang tadinya bersifat limitatatif. MK dalam dua putusan sebelumnya juga telah mengatur hal yang serupa sehingga Pemerintah berketetapan bahwa hal tersebut tidaklah bertentangan dengan aturan hukum.
“Justru dgn adanya penyeleksian lebih awal dari KY melalui hakim yang berada pada ketiga badan peradilan tersebut, akan menciptakan hakim yang berintegritas dan berkepribadian yang tidak tercela, adil, profesional dan berpengalaman di bidang hukum sehingga mencapai tujuan yang telah diamanatkan oleh UUD 1945,” tegas Wicipto.
Pendapat serupa juga disampaikan Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) yang diwakili Okta Heriawan. FKHK menganggap permohonan uji materi UU Peradilan Umum yang diajukan oleh Ikatan Hakim Indonesia merupakan langkah mundur lembaga Mahkamah Agung untuk memperkecil peranan dan ruang lingkup Komisi Yudisial dalam menyeleksi para calon hakim. KY yang telah dianggap sebagai anak kandung reformasi sudah seharusnya diberikan kewenangan penuh dalam menyeleksi calon hakim yang nantinya akan menjawab kebutuhan masyarakat akan keadilan. “Keterlibatan KY jelas merupakan amanat konstitusi yang tidak melanggar prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka. Proses seleksi calon hakim tidak dapat disebut sebagai intervensi kekuasaan kehakiman hal tersebut secara tegas telah diatur dalam UUD 1945.” ucap Okta Heriawan.
Sebelumnya, Ikatan Hakim Indonesia, IKAHI mengajukan permohonan uji materi UU Peradilan Umum yang menolak keterlibatan Komisi Yudisial dalam proses seleksi hakim di Peradilan Umum, Peradilan Agama dan Peradilan Tata Usaha Negara. IKAHI menganggap UU Peradilan Umum telah mempengaruhi, merusak, mengganggu, menghambat, mereduksi dan merampas kemandirian dan kemerdekaan hakim dalam sistem kekuasaan kehakiman sehingga dapat merusak mekanisme checks and balances yang selama ini telah dibangun. (Julie)