JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sikap yang ditunjukkan Komisi Yudisial dalam seleksi hakim agung kali ini memang bisa disebut anomali. Bayangkan saja, kewenangan mereka untuk ikut dalam proses seleksi hakim, khususnya hakim agung, seringkali dipersoalkan oleh para hakim agung di Mahkamah Agung. Bahkan beberapa hakim agung yang bergabung di Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) sampai menggugat kewenangan KY ini ke MK.
Menjadi anomali ketika di tengah gencarnya resistensi para hakim atas eksistensi KY, justru dalam seleksi hakim agung selama empat tahun terakhir ini, KY justru selalu meloloskan calon dari kalangan hakim untuk menjadi hakim agung. Tak satupun tokoh masyarakat, akademisi di luar hakim yang lolos seleksi untuk diajukan ke DPR dalam seleksi hakim agung dalam kurun waktu tersebut.
Terakhir, KY meloloskan enam nama calon yang semuanya berlatar hakim untuk dikirimkan ke DPR dalam proses seleksi hakim agung tahun ini. Mereka adalah:
Berikut 6 nama calon hakim agung yang dikirimkan ke DPR:
1. Suhardjono, Hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi Surabaya,
2. Wahidin, Hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi Bandung,
3. Sunarto, Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung (MA),
4. Maria Anna Samiyati, Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Tengah,
5. Mukti Arto Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama Jambi,
6. Yosran, Hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya.
Anomali KY dalam proses seleksi hakim agung yang justru tak pernah meloloskan tokoh masyarakat atau akademisi ini dinilai mengecewakan. Padahal, amanat reformasi mengharapkan tokoh masyarakat memakai jubah emas itu agar keadilan menjadi dekat dengan rakyat.
"Tentu sangat mengecewakan selama beberapa kali seleksi hakim agung oleh KY setelah tahun 2011 tidak lagi ada calon hakim agung di luar hakim karier yang diloloskan oleh KY ke DPR, padahal dari segi latar belakang kemampuan maupun integritas para calon hakim agung di luar hakim karier tersebut sebenarnya pantas diberikan kesempatan," kata ahli hukum tata negara Dr Bayu Dwi Anggono, Minggu (7/6).
Apalagi selama ini hakim agung dari jalur nonkarier terbukti telah memberikan warna tersendiri di Mahkamah Agung lewat putusan-putusan maupun keberpihakan mereka terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Siapa yang tidak mengetahui keberanian Ketua Kamar Pidana MA, Artidjo Alkostar yang putusan-putusannya selalu tegas terhadap pelaku tindak pidana korupsi. Belum lagi hakim agung lainnya dari jalur nonkarier yang berani melakukan reformasi di tubuh MA yang selama ini masih memiliki masalah dalam hal transparansi.
"KY sebagai organ konstitusional yang dilahirkan dari anak kandung reformasi melalui wewenang yang diberikan oleh UUD 1945 setelah perubahan untuk melakukan seleksi dan memilih calon hakim agung seharusnya berusaha untuk dapat menghasilkan hakim agung yang berani melalukan perubahan di tubuh MA dan selama ini terbukti hakim-hakim agung dari non karier berani melakukannya," ujar pengajar Universitas Jember itu.
Bayu menilai komisioner KY selama ini terkesan bersikap mendua. Di satu sisi selalu menyatakan pentingnya reformasi di tubuh MA tetapi di sisi lain tidak berani melakukan terobosan dalam seleksi calon hakim agung di luar hakim karier.
"Hakim agung dengan latar belakang di luar hakim karier sebenarnya akan dapat berfungsi sebagai kontrol bagi internal MA yang didominasi oleh hakim agung dari latar belakang hakim karier. Kontrol ini sangat penting mengingat suatu cabang kekuasaan jika dibiarkan tanpa keberadaan pihak-pihak yang bisa menjadi kontrol maka kekuasaan tersebut cenderung akan disalahgunakan," cetus Bayu.
Hakim agung dengan latar belakang non karier juga diperlukan mengingat MA memiliki wewenang salah satunya menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang. Di mana pelaksanaan wewenang ini belum dilaksanakan secara maksimal dan transparan. Masuknya hakim agung non karier dengan latar belaknag akademisi hukum sebenarnya merupakan salah satu solusi atas permasalahan ini.
"Apalagi saat ini model seleksi dan pengangkatan hakim agung pasca putusan MK sangat menguntungkan KY karena KY tidak perlu lagi menyetor cukup banyak nama ke DPR untuk kemudian diseleksi dan dipilih lagi oleh DPR, tetapi DPR hanya tinggal menyetujui atau tidak nama-nama yang diajukan KY. Namun sayang KY gagal memanfaatan dengan baik wewenang yang dimilikinya ini dengan tidak memberikan kesempatan calon-calon hakim agung terbaik di luar calon hakim agung dari jalur karier," papar Bayu.
"Justru sebaliknya saat DPR sebelum putusan MK diberikan kesempatan melakukan seleksi terhadap nama-nama yang diajukan KY, DPR justru berhasil memilih nama-nama hakim agung di luar calon hakim karier yang terbukti membawa perubahan di MA," pungkas Bayu.
Tidak adanya tokoh masyarakat yang lolos menjadi calon hakim agung ini juga dikritik guru besar Universitas Jember, Prof Widodo Ekatjahjana. Apalagi KY juga tak meloloskan mantan hakim konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi.
"Berdasarkan UUD 1945, hakim konstitusi itu kan negarawan. Top level. Secara formal, syarat terpenuhi, memenuhi syarat untuk menjadi posisi yang lebih rendah," kata Widodo Ekatjahjana, Jumat (5/6).
Dalam UUD 1945, hakim konstitusi mempunyai posisi khusus dan tinggi dibandingkan dengan pejabat negara lainnya. Posisi hakim konstitusi merupakan satu-satunya jabatan yang disebutkan dalam UUD 1945 yang harus diisi oleh negarawan. Bahkan menjadi presiden pun tidak perlu berasal dari negarawan.
Pasal 24 C ayat 5 menyebutkan:
Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara.
"Kalau soal integritas sebagai negarawan, rasanya bisa lolos," kata Widodo.
Integritas Fadlil tidak diragukan lagi. Di kasus Akil Mochtar, ia menjadi salah satu hakim konstitusi yang bersih dan tidak tersangkut sama sekali dengan jual beli perkara yang dilakukan oleh Akil Mochtar. Di tempat lamanya bekerja yaitu di Pengadilan Agama, ia juga dikenal bersih dan berintegritas. "Kalau seperti itu, masalahnya kan kompetensi. Pansel harus mengumumkan mengapa ia tidak lulus," ujar Widodo.
KY lebih memilih Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama Jambi, Mukti Arto sebagai kandidat hakim agung. Padahal Fadlil menjadi salah satu pemikir utama putusan judicial review UU Perkawinan yang memberikan hak keperdataan kepada anak biologis yang lahir di luar perkawinan. Ia juga terlibat dalam berbagai putusan penting lainnya. Sebelum menjadi hakim konstitusi 2010-2015, ia juga menjadi panitera Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengurus administrasi perkara.
Berdasarkan catatan, perwakilan masyarakat yang lolos jadi hakim agung terakhir yaitu pada tahun 2011. Saat itu enam orang dilantik menjadi hakim agung dengan komposisi:
1. Suhadi (hakim karier)
2. Gayus Lumbuun (masyarakat-anggota DPR)
3. Nurul Elmiyah (masyarakat-dosen UI)
4. Andi Samsan Nganro (hakim karier)
5. Dudu Duswara Machmudin (masyarakat-akademisi-hakim ad hoc)
6. Hary Djatmiko (hakim karier)
Setelah 2011, tidak ada satupun tokoh masyarakat yang diluluskan KY menjadi hakim agung. Pada 2012, DPR memilih 8 hakim agung baru yang dilantik pada awal 2013. Tapi, dari kedelapan nama itu, tidak ada hakim agung dari masyarakat. Berikut kedelapan nama hakim agung itu:
1. Hamdi (hakim karier)
2. Irfan Fachrudin (hakim karier)
3. Margono (hakim karier)
4. Desnayati (hakim karier)
5. Yakub Ginting (hakim karier)
6. Burhan Dahlan (hakim karier-militer)
7. Syarifuddin (hakim karier-Kepala Badan Pengawas MA)
8. I Gusti Agung Sumanata (hakim karier-Kapusdiklat MA)
Pada 2013, KY kembali menyeleksi calon hakim agung. Lagi-lagi semua perwakilan masyarakat kandas. Baik dari akademisi atau praktisi. Mereka yang dikirim ke DPR semuanya berasal dari hakim karier, yaitu:
1. Sunarto (Kepala Badan Pengawas MA)
2. Maria Ana Samiyati (hakim karier)
3. Suhardjono (hakim karier)Next
Ketiganya ditolak semua oleh DPR menjadi hakim agung.
Di seleksi 2014, lagi-lagi tokoh masyarakat kembali dicoret. KY tidak meloloskan satu pun calon dari masyarakat memakai jubah emas hakim agung. Akhirnya DPR memilih 4 orang menjadi hakim agung, yaitu:
1. Amran Suadi (hakim karier)
2. Sudrajad Dimiyati (hakim karier)
3. Purwosusilo (hakim karier)
4. Is Sudaryono (hakim karier) (dtc)
Redaktur : Muhammad Agung Riyadi
Sumber: http://www.gresnews.com/berita/hukum/14076-anomali-komisi-yudisial-ditentang-ma-dukung-kalangan-hakim-jadi-hakim-agung/