JAKARTA - Sindikat mafia minyak dan gas bumi (migas) internasional dituding memegang peranan penting dalam berbagai persoalan yang mengarah pada liberalisasi perdagangan migas dalam negeri. Saking, kuatnya kendali dari gerombolan mafia kelas wahid tersebut posisi Pertamina, sebagai satu-satunya perusahaan yang diandalkan mengelola bisnis migas makin tersudutkan.
Pengamat Ekonomi Politik Migas dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamudin Daeng dalam keterangan persnya menyikapi Rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Migas (RTKM) di Jakarta, Rabu (3/6) mengatakan, rekomendasi yang dikeluarkan oleh tim tersebut mestinya tidak mutlak dijadikan sebagai acuan untuk membuat keputusan.
Pasalnya, beberapa rekomendasi dalam hal subsidi baik sistem kartu, penghapusan bahan bakar minyak (BBM) jenis Research Octane Number (RON) 88 serta mekanisme penetapan harga BBM berkaitan dengan upaya menghapus BBM sangat berkaitan dengan erat dengan upaya menciptakan liberalisasi perdagangan migas.
Menurut dia, untuk pergantian BBM RON 88 langkah itu sama dengan menghapus subsidi migas. Dengan demikian penetapan harga akan lebih tinggi dari keekonomiannya pada saat harga minyak jatuh yang tentunya merugikan rakyat.
“Selain bertentangan dengan konstitusi dan melanggar putusan Mahkamah Konstitusi (MK), saya melihat banyak rekomendasi yang sejalan dengan pemikiran lembaga keuangan internasional, perusahaan- perusahaan multinasional yang hendak menguasai pasar BBM di Indonesia yang dalam hal ini sangat kuat memback up rekomendasi-rekomendasi itu,”tegasnya.
Kian Terpuruk
Lebih lanjut Salamudin juga menyampaikan jika adanya upaya liberalisasi perdagangan migas juga dapat dilihat dari rekomendasi agar pemerintah menetapkan harga lebih tinggi dari harga keekonomian pada saat harga minyak jatuh membuat rakyat kian terpuruk.
Demikian juga dengan rekomendasi pemberian insentif fiskal, tax holiday secara kepada investor yang membuka ruang untuk kian dominannya asing di sektor migas.
Sementara saat ini asing telah menguasai sekitar 85 persen dari produksi minyak mentah nasional. Ke depan asing kian dibuka untuk kuasai kilang hilang retail.
Sebagaimana diketahui, hingga saat ini pemerintah telah memberikan izin terhadap 40 perusahaan asing terkait dengan izin prinsip pendirian stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang mana masing- masing perusahaan memiliki hak mendirikan 20 ribu SPBU.
Pengamat Kebijakan Energi dari Pusat Studi Kebijakan Publik (PUSKEPI) Sofyano Zakaria menambahkan, jika BBM RON 88 dihapus dan diganti dengan BBM jenis RON 92 maka SPBU asing akan menguasai Indonesia dan mengendalikan pasokan BBM di Indonesia.
“Mestinya, biarkan saja ada alternatif BBM bagi masyarakat. Kemudian, tinggal masyarakat mau yang memilih yang mana apakah BBM jenis RON 88, RON 90, RON 92, RON 95 atau RON 97. Itu yang sebenarnya didorong, bukan menuntut untuk BBM RON 88 dihapus. Bukankah harganya terjaangkau,”ungkap Sofyano. ers/E-9