Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang terakhir pengujian materiil Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (UU Rusun) dengan agenda mendengarkan keterangan Saksi Presiden, Asosiasi Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (Aperssi) dan Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI) pada Rabu (3/6), di Ruang Sidang Pleno MK. Permohonan yang terdaftar dengan nomor 21/PUU-XIII/2015 ini diajukan oleh Kahar Winardi, Wandi Gunawan Abdillah, dkk, selaku pemilik rusun. Para Pemohon menguji Pasal 75 Ayat (1) dan Pasal 107 UU Rusun yang mengatur fasilitasi pembentukan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) oleh pelaku pembangunan serta pengaturan sanksi. Dalam sidang kali ini, Presiden menghadirkan Kepala Bidang Perizinan dan Penertiban Dinas Perumahan DKI Jakarta M. Yaya Mulyarso sebagai saksi. Sedangkan dari Aperssi diwakili oleh Khoe Seng Seng dan dari P3RSI diwakili oleh Amran Adnan.
Khoe Seng Seng menyatakan, pembentukan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) merupakan salah satu permasalahan yang sering dikeluhkan oleh penghuni. Menurutnya, permasalahan terjadi ketika warga ingin membentuk PPPSRS, namun pihak pengembang menghalang-halangi keinginan itu. Ketika warga protes, lanjut Khoe, pihak pengembang melaporkan warga tersebut ke polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik. “Nah, dianggap mencemarkan nama baik pengembang, lalu dilaporkanlah warga itu ke kepolisian,” kata Khoe, dalam Sidang Pleno yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Anwar Usman.
Berbeda dengan Khoe, Amran Adnan mewakili P3RSI menyatakan, pengaturan fasilitasi oleh pengembang dalam pembentukan PPPSRS dalam UU Rusun sudah tepat dan jauh lebih baik daripada pengaturan sebelumnya. Adapun alasannya yakni pengembang sudah mempunyai pengalaman, data pemilik dan fasilitas personel. Selain itu berdasarkan pengalamannya, Amran menyatakan pembentukan PPPSRS selalu berjalan lancar. “Selama pengalaman saya tiga kali mengikuti rapat umum pembentukkan PPPSRS dan menetapkan pengurusnya yang difasilitasi oleh developer selalu berjalan dengan lancar. Apalagi jika seluruh unit tersebut sudah terjual, sehingga developer tidak mempunyai celah untuk melakukan kecurangan karena sebagian besar suara dikuasai oleh pemilik,” urai Amran selaku Penasihat P3RSI.
Sementara itu, Saksi yang dihadirkan Presiden M. Yaya Mulyarso menyatakan pada faktanya terdapat dua macam pembentukan PPPSRS, yakni pembentukan atas inisiatif pengembang dan pembentukan atas inisiatif pemilik rusun. Yaya juga menyatakan bahwa berdasarkan fakta di lapangan maka fasilitasi oleh pengembang dalam pembentukan PPPSRS masih diperlukan. Adapun alasannya yakni pengembang memiliki data dan fasilitas. Namun, lanjut Yaya, masih diperlukan definisi yang jelas, batasan dan sejauh mana fasilitasi itu bisa dilakukan oleh pengembang. “Jadi, memang menurut hemat saya, fasilitasi ini masih diperlukan, tapi harus ada definisi yang jelas, ada batasan-batasan, sejauh mana fasilitasi itu bisa dilakukan oleh pelaku pembangunan? Itu menurut hemat saya, Pak,” urai Yaya.
Menanggapi keterangan, Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna meminta kepada Yaya untuk memberikan data terkait jumlah pembentukan PPPSRS yang difasilitasi oleh pengembang serta cakupan permasalahannya. “Jadi Mahkamah memerlukan, mohon dengan bantuan saksi untuk diberikan datanya kepada tentang berapa sebenarnya ada pembentukan P3SRS yang difasilitasi oleh pelaku pembangunan itu, yang bermasalah itu di mana, ya,” kata Palguna.
Menjawab permintaan, Yaya menyatakan akan memberikan data sesuai dengan permintaan MK. “Kami akan memberikan data sesuai permintaan dari Mahkamah Konstitusi, ya. Memang itu tadi Pak, fasilitasi sekali lagi saya tegaskan di sini, memang kalau menurut hemat kami, ya, dari Pemda itu masih diperlukan, ya, tapi harus ada ruang lingkup yang membatasinya,” kata Yaya.
Kuasa hukum Pemohon Imam Nasef juga mempertanyakan data yang dimiliki oleh Yaya terkait dengan persentase pembentukan PPPSRS yang berjalan lancar dan yang bermasalah dengan adanya fasilitasi oleh pengembang. “Apakah Saudara Saksi punya data atau setidak-tidaknya mengetahui persentase pembentukan P3RSS yang berjalan dengan lancar dan yang bermasalah, begitu. Dengan adanya fasilitasi dari pelaku pembangunan ini ya, persentasenya seperti apa,” tanya Nasef.
Terkait data itu, Yaya menyatakan persentase menunjukkan lima puluh persen lebih banyak pembentukan PPPSRS berjalan mulus atau tidak ada konflik. “Persentasenya saya rasa di atas 50% lebih banyak yang berjalan mulus, ya. Artinya tidak ada konflik seperti terjadi keributan-keributan itu, saya rasa lebih banyak yang berjalan mulusnya, Pak. Ya, artinya yang difasilitasi maupun inisiatif pemiliknya sendiri,” tandas Yaya.
Setelah mendengarkan keterangan, Ketua Sidang Pleno Anwar Usman meminta kepada Pemohon dan Pemerintah untuk menyampaikan kesimpulannya termasuk data-data yang dimintakan. “Baik. Kalau begitu, maka Mahkamah memandang memang ini persidangan terakhir ya sudah cukup. Untuk itu Pemohon dan Pemerintah dipersilakan untuk menyampaikan kesimpulan, termasuk data-data yang diminta tadi,” pungkas Anwar. (Triya IR)