Sebanyak 50 mahasiswa Program Studi (Prodi) Hukum Administrasi Negara Universitas Hasanuddin Makassar bertandang ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (3/6) siang. Kunjungan tersebut diterima oleh Kepala Bidang Penelitian, Pengkajian Perkara dan Perpustakaan MK, Wiryanto.
Mengawali pertemuan itu, Wiryanto menjelaskan latar belakang berdirinya MK di Indonesia. Pasca reformasi 1998, banyak terjadi tuntutan dari masyarakat, di antaranya menuntut adanya perubahan atau amandemen UUD 1945. Walhasil dilakukanlah amandemen UUD 1945 pada periode 1999 hingga 2002.
“Sebelum perubahan UUD 1945, di antara lembaga negara tidak saling mengawasi, mengimbangi hal-hal yang berkaitan dengan kewenangannya. Semua kekuasaan bertumpu kepada Presiden,” kata Wiryanto yang didampingi Ahmad Ruslan selaku Ketua Prodi Hukum Administrasi Negara Universitas Hasanuddin Makassar.
Setelah perubahan UUD 1945, kedudukan antara lembaga negara bersifat sejajar, tidak ada lembaga tertinggi negara. Di samping itu masa jabatan Presiden berlaku selama lima tahun dalam satu periode. Masa jabatan Presiden bisa diperpanjang paling banyak satu periode lagi.
Wiryanto mengatakan, berdasarkan kesepakatan panita ad-hoc, amandemen UUD 1945 tidak mengubah pembukaan UUD 1945. Kesepakatan berikutnya, amandemen UUD 1945 tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta menegaskan sistem pemerintahan presidensial.
Selain itu, penjelasan UUD 1945 yang memuat hal-hal normatif dimasukkan ke dalam pasal-pasal batang tubuh. Lainnya, perubahan UUD 1945 dilakukan dengan cara adendum. Artinya, perubahan UUD 1945 dilakukan dengan mempertahankan naskah asli UUD 1945, sebagaimana terdapat dalam Lembaran Negara No. 75 Tahun 1959 hasil Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Dikatakan Wiryanto, saat terjadi amandemen UUD 1945, khususnya berkait dengan isu penting mengenai kehakiman terdapat empat hal. Pertama, pentingya menegaskan kekuasaan kehakiman yang merdeka. Kedua, perlunya menjamin penegakan hukum dengan mengatur badan-badan yang terkait dengan itu. Ketiga, perlunya pengawasan terhadap hakim. Terakhir, perlunya penerapan judicial riview.
Mengenai usulan perlu adanya Mahkamah Konstitusi (MK) di Indonesia, sudah tercetus saat dilakukan amandemen UUD 1945. Namun MK Republik Indonesia baru dibentuk pada 13 Agustus 2003. Keberadaaan MKRI disebutkan dalam Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 setelah perubahan, “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.”
Disinggungnya Mahkamah Konstitusi (MK) dalam pasal tersebut, dipertegas lagi pada Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.” Sedangkan Pasal 24C ayat (2) UUD 1945 menyebutkan, “Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD.”(Nano Tresna Arfana)