Bertepatan dengan hari pendidikan nasional, 2 Mei 2006, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. meluncurkan UUD 1945 dalam huruf Braille. Peluncuran yang diselenggarakan di Gedung A Depdiknas jalan Sudirman tersebut dihadiri oleh jajaran hakim konstitusi, Menteri Pendidikan Nasional Prof. Dr. Bambang Sudibyo MBA dan Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah, S.E. Serta dihadiri pula sekitar 250 undangan dari beragam kalangan dan wartawan berbagai media cetak dan elektronik.
Dalam sambutannya, Ketua MK Jimly Asshiddiqie mengatakan bahwa UUD 1945 dalam huruf Braille merupakan salah satu persembahan MK kepada warga negara Indonesia, khususnya penyandang cacat netra. Sementara, Mendiknas Bambang Sudibyo memuji penerbitan UUD 1945 dalam huruf Braille sebagai
terobosan baru yang tergolong jenius. Jenius dalam arti bahwa selama ini penyebarluasan konstitusi selalu mengabaikan komunitas tunanetra. Sehingga dengan terbitnya UUD 1945 huruf Braille, komunitas tunanetra dapat lebih berperan aktif dalam mengawal, menjaga dan mempertahankan demokrasi di Indonesia.
Menyambung sambutan Mendiknas, Mensos Bachtiar Chamsyah, S.E. mengatakan pengenalan konstitusi secara dini kepada siswa-siswi sekolah dasar luar biasa memang bisa disebut sebagai terobosan yang jenius. Lebih lanjut, untuk mencetak UUD 1945 huruf Braille dalam jumlah besar, Mensos menawarkan kepada Mendiknas untuk bersama-sama mempergunakan mesin cetak inventaris Depsos.
Diundang pula dalam acara peluncuran tersebut, siswa-siswi penyandang tunanetra dari beberapa sekolah luar biasa serta perwakilan organisasi-organisasi tunanetra. Tiga diantara siswa-siswi yang diundang, Erika, Sena dan Oki dari Sekolah Luar Biasa (SLB) A Pembina Tingkat Nasional, Lebak Bulus, Jakarta, didaulat membacakan buku UUD 1945 huruf Braille. Ketua MK meminta Erika membacakan Pasal 31 ayat (4) tentang anggaran pendidikan, Mendiknas meminta Sena membacakan Pasal 24C ayat (1) tentang kewenangan Mahkamah Konstitusi, sedangkan Mensos meminta Oki membaca Pasal 33 tentang perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial.
Tampak hadir diantara undangan adalah pengajar Universitas Hasanuddin, Makassar, Baharuddin Takko, S.H. dan executive director Yayasan Mitra Netra Drs. Bambang Basuki, yang keduanya mengalami cacat netra. Mengomentari peluncuran ini, Bambang Basuki menyatakan penghargaan atas upaya yang dilakukan MK, Depdiknas dan Depsos dalam mewujudkan buku konstitusi dalam huruf Braille. Dicetaknya UUD 1945 dalam huruf Braille oleh ketiga pihak tersebut di atas, diharapkan dapat memicu kepedulian pihak-pihak lain terhadap keberadaan penyandang cacat netra.
Dalam wawancara terpisah, Bambang Basuki juga menyatakan keinginannya agar MK mengijinkan soft copy naskah-naskah buku MK disalin dalam format Braille. Buku-buku berformat Braille akan disimpan dalam perpustakaan dijital Yayasan Mitra Netra agar lebih mudah diakses para penyandang cacat netra. (Mardian W.)