Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tidak memiliki legal standing untuk mengajukan Pengujian Undang-Undang Pemilihan Umum Legislatif (Pemilu Legislatif). Hal tersebut dinyatakan langsung oleh Ketua MK, Arief Hidayat pada sidang pengucapan putusan, Selasa (26/5) di Ruang Sidang Pleno MK. Karena tidak memiliki legal standing, Mahkamah menyatakan permohonan dalam perkara No. 35/PUU-XII/2014 itu tidak dapat diterima,
Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah menyatakan PKB yang mengajukan permohonan sebagai badan hukum publik dianggap tidak memiliki kerugian konstitusional akibat berlakunya Pasal dan Pasal 215 UU Pileg. Sebab, dengan dimilikinya kursi di DPR oleh Pemohon, Mahkamah menganggap Pemohon telah memiliki kesempatan yang luas dalam proses pembahasan lahirnya UU Pileg yang lahir di tahun 2012 (UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pileg). Pemohon diketahui memiliki kursi di DPR saat UU a quo dibahas di DPR melalui perwakilan atau fraksinya. Dengan demikian, Pemohon tidak dapat dianggap memiliki kepentingan hukum untuk mengajukan permohonan pengujian undang-undang a quo kepada Mahkamah.
Oleh karena itu, dalam konklusi putusan Mahkamah dinyatakan meski Mahkamah berwenang mengadili permohonan yang diajukan Pemohon namun karena Pemohon tidak memiliki legal standing maka pokok permohonan Pemohon tidak dipertimbangkan lagi.
“Amar Putusan. Mengadili, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima. Demikian diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh sembilan Hakim Konstitusi, yaitu Hamdan Zoelva, sebagai Ketua merangkap Anggota, Arief Hidayat, Wahiduddin Adams, Muhammad Alim, Patrialis Akbar, Anwar Usman, Aswanto, Ahmad Fadlil Sumadi, dan Maria Farida Indrati, masing-masing sebagai Anggota pada Rabu, 29 Oktober 2014 yang diucapkan dalam sidang pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada Selasa, 26 Mei 2015,” ujar Arief Hidayat yang didampingi delapan Hakim Konstitusi lainnya.
Sebelumnya, Pemohon menggugat ketentuan mengenai sistem proporsional terbuka dalam pemilihan umum legislatif. Sistem tersebut dianggap oleh Pemohon bertentangan dengan Pancasila sila ke-3 yakni Persatuan Indonesia. Menurut Pemohon kala itu, sistem proporsional terbuka telah menyebabkan konflik antar calon anggota legislatif. Dengan sistem tersebut, PKB merasa merugi karena tidak dapat menentukan anggota legislatif yang berkualitas untuk duduk di parlemen. (Yusti Nurul Agustin)