Sebagai mahasiswa baru di sebuah PTS di Yogyakarta, saya pernah mendengar berita mengenai Mahkamah Konstitusi. Oleh karena saya bukan mahasiswa hukum atau fisipol, melalui rubrik obrolan konstitusi ini saya ingin mengetahui sekitar kedudukan, kewenangan, dan hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia? Apakah hakim konstitusi harus Sarjana Hukum? dan apa perbedaan Mahkamah Konstitusi dengan Komisi Konstitusi?
Djatmika,
mahasiswa FE UII , Jogjakarta
Jawaban
Terimakasih atas pertanyaannya dan saya memberi apresiasi kepada anda sebagai mahasiswa ekonomi yang memberi perhatian pada persoalan diluar yang anda pelajari sebagai mahasiswa ekonomi. Pengetahuan mengenai Mahkamah Konstitusi (MK) bukan hanya konsumsi mahasiswa hukum atau fisipol saja, bahkan setiap warga negara Indonesia harus
mengetahui apa dan bagaimana Mahkamah Konstitusi itu. Apalagi MK merupakan pelindung dan penjamin hak-hak konstitusional warga negara, sehingga setiap warga negara harus familiar dengan keberadaan MK.
Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan lembaga yang berkedudukan sebagai lembaga tinggi negara. Dengan demikian, kedudukan Mahkamah Konstitusi sejajar dengan MPR, DPR, DPD, Presiden, BPK dan Mahkamah Agung (MA). Sebagai lembaga baru, MK merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman, disamping MA. Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga peradilan tata negara (Constitutional Court) yang kewenangannya diatur dalam Pasal 24C UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagai berikut:
- Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusanya bersifat final untuk menguji ungang-undang terhadap Undang-Undang Dasar ( Pasal 24C ayat (1)) Kewenangan ini yag kemudian disebut dengan kewenangan pengujian terhadap undang-undang (Judicial Review).
- Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD ( Pasal 24C ayat (1)). Lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD adalah MPR, DPR, DPD, Presiden, BPK, MA, dan Komisi Yudisial
- Memutus pembubaran Partai Politik ( Pasal 24C ayat (1))
- Memutus perselisihan hasil Pemilihan Umum ( Pasal 24C ayat (1))
- Memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD ( Pasal 24C ayat (2)) Dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD adalah pelanggaran hukum sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7B ayat (1) yaitu berupa: penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,tindak pidana berat lainya, atau perbuatan tercela.
- Memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden (Pasal 7B ayat (1)).
Legalitas kedudukan dan kewenangan MK tersebut semakin diperkuat melalui UU No 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Mahkamah Konstitusi mempunyai 9 (sembilan) orang hakim konstitusi, dimana 3 (tiga) orang diajukan oleh Presiden, 3 (tiga) orang diajukan oleh DPR setelah melalui uji kelayakan dan kepatutan secara terbuka terhadap beberapa kandidat, dan 3 (tiga) orang diajukan oleh MA. Ketua dan Wakil Ketua Mk dipilih dari dan oleh hakim konstitusi. Kesembilan hakim konstitusi ditetapkan oleh Presiden.
Sesuai dengan Pasal 24C ayat (5) UUD 1945, syarat sebagai hakim konstitusi tidak disebut secara spesifik harus sarjana Hukum. Ketentuan dalam Pasal 24C ayat (5) UUD 1945 hanya menyebut: harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela; negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan; serta tidak merangkap sebagai pejabat negara. Jadi atas dasar kriteria tersebut, tidak ada larangan Sarjana non hukum untuk menjadi hakim konstitusi selama memenuhi krtiteria yang digariskan oleh UUD. Latar belakang profesi hakim konstitusi juga dapat berasal dari berbagai kalangan, aik akademisi, lawyer, hakim karir, anggota legislatif, maupun pengurus parpol. Akan tetapi untuk menjaga independensi MK sebagai lembaga peradilan, khusus yang berlatar belakang anggota legislatif dan/atau pengurus partai politik, ketika mereka terpilih menjadi hakim MK, maka harus mengundurkan diri. Hakim konstitusi harus non partisan dan harus bebas dari kepentingan politik.
Mahkamah Konstitusi bebeda dengan Komisi Konstitusi. Mahkamah Konstitusi lahir melalui perubahan ketiga UUD 1945 pada tahun 2001. Sedangkan Komisi Konstitusi lahir melalui Ketetapan MPR No 1 Tahun 2001 dan bukan lembaga permanent. Komisi Konstitusi hanya diberi waktu selama 7 (tujuh) bulan dengan kewenangan mengkaji ulang hasil amandemen UUD 1945 dan memberikan rekomendasi kepada MPR atas hasil kaji ulang tersebut.
Pengasuh Obrolan Konstitusi
PSHK FHUII Yogyakarta
Sumber: http://pshk.uii.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=34&Itemid=69