JAKARTA, GRESNEWS.COM – Praktik beracara dalam uji materi peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang (UU) secara tertutup di Mahkamah Agung (MA) masih menjadi perdebatan dalam pembahasan Revisi Undang-Undang Mahkamah Agung (UU MA). Di satu sisi uji materi di MA harusnya dilakukan secara terbuka seperti di Mahkamah Konstitusi (MK) agar prosesnya lebih transparan. Di sisi lain, uji materi di MA dianggap wajar dilakukan secara tertutup lantaran akan menimbulkan sejumlah permasalahan ketika dilakukan terbuka.
Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Junimart Girsang mengatakan, mekanisme persidangan MA yang tertutup memang akan menjadi salah satu poin yang akan dikaji dalam revisi RUU MA. Menurutnya persidangan uji materi di MA memang seharusnya transparan dan bisa dilihat oleh semua orang.
Dengan demikian jalannya uji materi sama seperti uji materi yang dilakukan di MK. "Kecuali uji materi yang menyangkut asusila dan menghadirkan para pihak," ujar Junimart saat dihubungi Gresnews.com, Jumat (15/5).
Terkait hal ini, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (Leip) Arsil mengatakan uji materi di MA tidak perlu dilakukan dengan mekanisme sidang terbuka. Ia menjelaskan sidang pemeriksaan dilakukan terbuka karena ada fakta yang ingin dibuktikan dengan menghadir saksi-saksi. Karena itu masalah ini tidak menjadi krusial dalam pembahasan revisi UU MA
"Sementara judicial review ada fakta apa yang ingin dibuktikan? Norma melawan norma?" ujar Arsil kepada Gresnews.com usai diskusi Pemidanaan yang Dipaksakan di gedung YLBHI, Jakarta, Jumat (15/5).
Ia melanjutkan, dalam sidang terbuka untuk uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) menurutnya bukan pembuktian tapi hanya opini melawan opini. Dalam judicial review ia mempertanyakan soal fakta yang akan dibuktikan. "Kalaupun ada ahli yang diajukan maka tidak akan bisa mengungkapkan fakta melainkan hanya opini," ujarnya.
Arsil menilai judicial review di MK yang menghadirkan ahli hukum pada akhirnya juga membela kepentingan orang yang membawanya dalam persidangan. Misalnya ahli hukum diajukan pemohon maka yang bersangkutan akan membela pemohon tersebut.
Apalagi dilihat saat putusan, menurutnya tidak ada korelasi antara opini ahli dengan pertimbangan hakim. Sebab memang tidak ada kewajiban dari hakim untuk memasukkan opini ahli sebagai pertimbangannya.
Dia menilai sidang terbuka di MK dengan mengundang ahli hanya untuk euforia saja. "Karena di MK seakan-akan keren maka harus dilakukannya juga di MA," lanjut Arsil.
Dilihat dari segi anggaran, sidang di MK gratis. Sementara sidang di MA ada biaya perkara, sehingga akan ada biaya yang harus dikeluarkan pemohon. Dalam persidangan di MK, persidangan dilakukan 10 kali dengan mengundang sejumlah ahli yang perlu dibayar.
Kalau hal tersebut dilakukan juga di MA maka, menurutnya, akan berat bagi pemohon. Karena itu, menurut Arsil, revisi UU MA tak perlu mengubah soal praktik beracara dalam sidang uji materi peraturan di bawah UU yang dilakukan MA.
Reporter : Lilis Khalisotussurur
Redaktur : Muhammad Agung Riyadi
Sumber: http://www.gresnews.com/berita/hukum/00165-revisi-uu-ma-tak-harus-membahas-praktik-uji-materi-di-mahkamah-agung-yang-tertutup/