Jakarta - Eks jaksa pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku, Jack Lourens Valentino dipecat Jaksa Agung Basrief Arief pada tahun 2013. Tidak terima dengan pemecatan itu, Jack mengajukan gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Kasus bermula ketika Jack dihukum bersalah pada tahun 2012 karena terbukti terlibat suap dalam penanganan perkara korupsi di Kabupaten Halmahera Barat. Pada Januari 2013, Jaksa Agung Basrief Arief mengeluarkan SK pemecatan kepada Jack karena dia terbukti bersalah dan putusannya sudah berkekuatan hukum tetap.
Namun dia keberatan dengan SK pemecatan itu. Jack ingin membatalkan SK tersebut dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Maluku. Tapi lagi-lagi upayanya terbentur UU PTUN. Dalam UU tersebut diatur, gugatan ke PTUN dapat diajukan maksimal 90 hari setelah menerima SK.
Tapi Jack yang saat itu dipenjara tidak bisa mengajukan gugatan ke PTUN untuk melawan Basrief Arief. Alhasil dia mencoba membatalkan pasal 55 UU PTUN yang mengatur batas waktu upaya gugatan.
"Pemohon merasa dirugikan hak konstitusionalnya dalam upaya mengajukan gugatan ke PTUN atas pemberhentian tidak hormat berdasarkan SK Jaksa Agung karena jangka waktu dibatasi hanya 90 hari," ujar Jack Lourens dalam sidang perdana yang diketuai hakim konstitusi Anwar Usman di ruang sidang MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (21/5/2015).
Dia menjelaskan Pasal 55 UU PTUN memberikan batas waktu pengajuan gugatan PTUN maksimal 90 hari sejak diterima atau diumumkannya Surat Keputusan pemecatan dirinya dari Jaksa Agung Basrief Arief. Akibatnya, dirinya kehilangan hak mengajukan gugatan ke PTUN setempat karena saat terbitnya SK Jaksa Agung tertanggal 13 Januari 2013 dirinya tengah menjalankan hukuman pidana.
"Ketika itu saya sedang dalam penjara, bagaimana bisa mengajukan gugatan ke PTUN dengan batas waktu segitu," ungkap Laurens
Dalam permohonannya, Lourens menganggap ketentuan batas waktu 90 hari mengajukan gugatan TUN itu diskriminatif dan tak masuk akal bagi warga yang berdomisili di Indonesia Bagian Timur karena terkendala kondisi geografis, seperti transportasi, biaya, dan jaraknya yang sulit diakses.
Mislanya di Wilayah Indonesia Timur, PTUN hanya ada di Ibu Kota provinsi yang jaraknya hingga ratusan kilometer dari berbagai daerah. Bahkan, di Maluku, PTUN bisa dijangkau setelah melalui jalur laut, udara, dan darat. Karena itu, pemohon meminta agar MK menghapus Pasal 55 UU PTUN karena bertentangan dengan UUD 1945.
"Kita minta pasal itu dicabut saja, agar ketentuan gugatan PTUN dibebaskan jangka waktunya, seperti ketentuan pengajuan peninjauan kembali (PK)," harapnya.
Hakim anggota majelis sidang, Wahiduddin Adams yang menyatakan Pasal 55 UU PTUN telah mengandung kepastian hukum. Menurutnya, selama ini reformasi peradilan selalu mengarah pada proses dan sistem peradilan yang cepat, adil dan murah, sehingga permintaan penghapusan Pasal 55 UU PTUN justru bertentangan dengan asas peradilan yang cepat. Sidang akan dilanjutkan 14 hari ke depan dengan agenda perbaikan gugatan.
Sumber: http://news.detik.com/read/2015/05/21/182144/2921466/10/2/tak-terima-dipecat-karena-korupsi-eks-jaksa-di-kejati-maluku-gugat-ke-mk