Sidang uji materiil Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan) kembali digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (20/5) di Ruang Sidang Pleno MK. Perkara No. 50/PUU-XIII/2015 ini dimohonkan oleh Tato Suwarto.
Dalam sidang perbaikan permohonan tersebut, Tato yang hadir tanpa diwakili oleh kuasa hukum, menjelaskan telah menambahkan sejumlah alat bukti yang mendukung kerugian konstitusional yang dialaminya dengan berlakunya Pasal 69 ayat (2) huruf a UU Kepailitan. “Pemohon tidak lagi menjelaskan hal-hal yang bersifat faktual, melainkan menjelaskan permasalahan konstitusionalitas, norma terhadap norma abstrak undang-undang yang dimohonkan untuk diuji,” terangnya di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati tersebut.
Tato pun menjelaskan permohonan ini lebih mengarah kepada constitutional complaint (pengaduan konstitusi) karena pemohon menilai pelanggaran hak-hak konstitusional warga tidak saja ada dalam undang-undang. “Dalam permohon uji materiil ini Pemohon tidak menempatkan diri sebagai pihak yang sedang berperkara dengan membuat undang-undang, maka oleh karenanya sama sekali tidak berpotensi bahwa pembuat undang-undang keliru dalam urusan Pasal 69 ayat (2) huruf a Undang-Undang Kepailitan sehingga putusanya dapat saja dinyatakan bahwa permasalahan yang diajukan adalah penerapan norma bukan konstitusional norma,” terangnya.
Dalam permohonannya, Pemohon menilai hak konstitusionalnya terlanggar dengan adanya Pasal 69 ayat (2) huruf a Undang-Undang a quo menyebutkan, “Dalam melaksanakan tugasnya, kurator: (a) tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan pemberitahuanterlebih dahulu kepada debitur atau salah satu organ debitor, meskipun dalam keadaan di luar kepailitan persetujuan atau pemberitahuan demikian dipersyaratkan.”
Pemohon adalah pendiri, pemegang saham, sekaligus direktur Utama PT. Batamas Jala Nusantara, perseroan yang didirikan pada 1986 dan berkedudukan di Batam. Saat krisis ekonomi tahun 1998, partner Pemohon selaku Direktur Utama PT. Batamec menyatakan tidak mampu menjalankan usaha. Sehingga solusinya adalah pergantian jabatan Pemohon yang semula menjabat Komisaris Utama menjadi Direktur Utama PT. Batamec. Sementara partner asingnya yang semula menjabat Direktur Utama menjadi Komisaris Utama PT. Batamec.
Pemohon menuturkan, ia dinyatakan pailit dan merasa dicurangi oleh partner asing OTTO Industrial Co Pte Ltd DKK dengan menguasai aset PT. Batamas Jala Nusantara dan operasionalnya oleh partner asing, melalui kepailitan curang terencana dengan memasukkan keterangan alamat yang tidak sebenarnya ke dalam permohonan pernyataan pailit. Atas kepailitan yang dialami oleh Pemohon, maka Pemohon telah dipidana penjara selama 10 bulan. Hal ini mengakibatkan kurator dapat dengan leluasa melawan hukum dan melawan hak, melakukan lelang terhadap barang-barang bergerak termasuk lelang saham pesero dan lelang barang-barang tidak bergerak dengan pembelinya dari lingkungan sendiri. (Lulu Anjarsari)