Banyaknya pencurian dan kecelakaan dalam pengoperasian alat berat menjadi salah satu alasan sosiologis Kepolisian Republik Indonesia (Polri) memasukkan alat berat ke dalam kategori kendaraan bermotor dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Hal ini disampaikan Nur Hasan Ismail selaku Ahli dari Polri sebagai Pihak Terkait dalam sidang yang digelar pada Senin (18/5) di Ruang Sidang MK.
Untuk itulah, lanjut Ismail, negara tidak dapat bersikap pasif terkait memberikan keamanan terhadap warganya. Salah satu bentuknya adalah melalui UU LLAJ yang mengatur mengenai kategori alat berat.
”Negara harus peduli terhadap keberadaan kepemilikan dan pengoperasian produk-produk otomotif termasuk alat berat yang tentu punya nilai ekonomis yang tinggi. Dan ini adalah hasil dari teknologi yang tinggi, dan bagaimanapun realitasnya produk otomotif apapun baik kendaraan bermotor yang dipergunakan di jalan maupun alat berat itu punya potensi membahayakan keselamatan, baik pengemudinya, operatornya, maupun orang lain yang ada di luar itu,” terang Ismail.
Menanggapi keterangan ahli, Hakim Konstitusi Aswanto mempertanyakan mengenai konsistensi kriteria penggolongan alat berat. Menurut Aswanto, ada beberapa alat berat yang tidak termasuk kriteria, namun tetap digolongkan sebagai alat berat. “Saya minta klarifikasi bagaimana dengan hand tractor. Hand tractor itu tidak ada tempat duduknya, pengemudinya itu jalan di belakang traktor. Apakah itu juga bisa dikategorikan sebagai alat berat karena persyaratan menurut Ahli tadi adalah harus dinaiki ketika dioperasikan,” terangnya.
Menjawab pertanyaan tersebut Ismail menjelaskan, bahwa terdapat kemungkinan alat berat tidak memenuhi keempat kriteria. Terhadap hal tersebut, Ismail menjelaskan bahwa apabila ada alat berat yang tidak termasuk dalam salah satu criteria dimaksud maka bukan termasuk kendaraan bermotor.
Dalam sidang sebelumnya, para pemohon yang diwakili oleh Ali Nurdin selaku kuasa hokum, merasa hak konstitusionalnya dirugikan dengan diberlakukannya Penjelasan Pasal 47 ayat (2) huruf e bagian c UU LLAJ. Penjelasan Pasal 47 ayat (2) huruf e bagian c UU LLAJ berbunyi: “Yang dimaksud dengan “kendaraan khusus” adalah kendaraan bermotor yang dirancang khusus yang memiliki fungsi dan rancang bangun tertentu, antara lain: c. alat berat antara lain: bulldozer, traktor, mesin gilas (stoomwaltz), forklift, loader, exvacator, dan crane”.
UU LLAJ menempatkan alat berat sebagai kendaraan bermotor. Menurut Pemohon, alat berat jika dilihat dari fungsinya merupakan alat produksi. Berbeda dengan kendaraan bermotor yang berfungsi sebagai moda transportasi baik barang maupun orang. Dengan kata lain, secara fungsional, alat berat tidak akan pernah berubah fungsi menjadi moda transportasi barang maupun orang. (Lulu Anjarsari)