TRIBUN-TIMUR.COM- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie, tidak mempermasalahkan penetapan tersangka masuk objek praperadilan.
Menurutnya, hal itu merupakan keputusan para hakim MK.
"Saya tidak bisa menilai karena sudah diputuskan oleh hakim. Kita hormati manfaatnya tentu ada risiko manfaatnya bukan hanya untuk KPK," kata Jimly di kantor YLBHI, Jakarta, Jumat (15/5/2015).
Jimly menuturkan, dengan masuknya penetapan tersangka dalam objek praperadilan maka merupakan kesempatan bagi para tersangka untuk membuktikan di mata hukum apakah sudah sesuai prosedur atau tidak.
"Tersangka diberi hak untuk mengajukan praperadilan toh nanti di praperadilan akan dibuktikan benar apa tidak ini status tersangka. Sehingga para pencari keadilan betul-betul diberi ruang yang leluasa," tuturnya.
Namun, Jimly menekankan bahwa hakim bisa memutuskan dengan baik dan adil melihat bahwa penetapan tersangka sudah sesuai prosedur atau tidak.
"Jadi harus dibatasi juga para hakim jangan sampai melampaui apa yang dimaksud diputuskan praperadilan itu," ujarnya.
Instropeksi Diri
Menyoal praperadilan yang dimaksud Jimly, mantan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua juga berkomentar ketika diwawancarai Kompas.com, Rabu (13/5/2015).
Ia menyarankan, sudah saatnya komisioner KPK instropeksi diri, menyusul kekalahan KPK pada praperadilan yang dimenangkan mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin (IAS) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (12/5/2015).
"Pelajaran penting lain dalam hal ini, KPK harus melakukan introspeksi atas proses penyelidikan dan penyidikannya," kata Abdullah.
Abdullah yakin ada faktor lain di balik kelalaian KPK dalam proses penyelidikan dan penyidikan. Menurut dia, keterbatasan sumber daya manusia sebagai tenaga penyelidik dan penyidik menjadi kendalanya.
"KPK kekurangan SDM, khususnya di bidang penyelidikan dan penyidikan, sehingga proses penyelidikan dan penyidikan kurang berkualitas," kata Abdullah.
Idealnya, kata Abdullah, seorang penyidik menyelesaikan empat kasus dalam setahun. Sementara itu, yang terjadi di KPK, satu penyidik bisa menangani hingga 10 kasus. Oleh karena itu, ia menilai, semestinya KPK berwenang merekrut penyidik dan penyelidik dari instansi lain, tidak selalu harus dari Polri.
"Dalam konteks inilah, pentingnya KPK diberi wewenang untuk merekrut penyidik dari mana saja. Yang penting mereka lolos seleksi KPK," kata Abdullah.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan bahwa penetapan tersangka Ilham Arief Sirajuddin tidak sah.
Hal tersebut sesuai dengan gugatan praperadilan yang diajukan Ilham terhadap KPK.
"Menetapkan penetapan tersangka tidak sah," kata hakim tunggal Yuningtyas Upiek saat membacakan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan bahwa penetapan tersangka Ilham oleh KPK tidak didukung dua alat bukti yang cukup.
KPK sebelumnya menetapkan Ilham sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi kerja sama rehabilitasi kelola dan transfer untuk instalasi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar tahun anggaran 2006-2012 pada 7 Mei 2014.
Penetapan tersangka itu bertepatan dengan masa akhir jabatannya sebagai Wali Kota Makassar. (tribunnews.com/kompas.com)