Sekjen Mahkamah Konstitusi (MK) Janedjri M. Gaffar mengatakan, MK sudah banyak melakukan banyak kegiatan dalam rangka mewujudkan, menjaga dan meningkatkan integritas pegawai MK selaku PNS di lingkungan lembaga peradilan.
“MK antara lain sudah menerapkan Peraturan Sekjen tentang Kode Etik Pegawai. Bahkan kami juga sudah meningkatkan sistem pengendalian internal di MK. Lebih jauh dari itu, MK sudah bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan,“ ujar Janedjri dalam acara Sosialisasi Pelaksanaan Pengendalian Gratifikasi Bagi Pegawai di Lingkungan Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal MK, Jumat (15/5) sore.
“Termasuk dengan KPK pun kami sudah bekerja sama. Kami sudah melaksanakan kegiatan dalam rangka pengendalian gratifikasi di Mahkamah Konstitusi. Lebih jauh dari itu, sebenarnya kami sudah menerapkan sejak awal wajib melaporkan harta kekayaan, tidak hanya para pejabat tetapi juga kepada seluruh pegawai tanpa terkecuali,” urai Janedjri kepada para pegawai MK yang hadir maupun pegawai MK di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi di Cisarua melalui video conference.
Dikatakan Janedjri, kewajiban para pegawai untuk melaporkan harta kekayaannya bukan baru-baru ini diterapkan tetapi sejak tahun 2008. Bahkan MK terus meningkatkan pada 2011.
“Hal yang sudah dilakukan MK ini hendaknya mampu dijaga untuk tetap konsisten dijalankan. Misalnya, kemungkinan dalam waktu dekat ini akan terjadi pergantian pejabat struktural, Sekjen MK diganti dan kepala biro atau kepala pusat akan menjadi sekjen baru di MK. Saya ingatkan, sebelum yang bersangkutan dilantik sebagai sekjen, maka yang bersangkutan harus melaporkan harta kekayaannya terlebih dahulu ke KPK,” papar Janedjri.
Selain itu Janedjri mengatakan, “Siapa yang nanti terpilih menjadi sekjen dan kepala biro maupun kepala pusat, bahkan kepala bagian dan kepala sub bagian, juga panitera pengganti, saya akan memberikan masukan supaya panitia agar meminta informasi kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, apakah harta kekayaan yang bersangkutan dapat dipertanggung jawabkan.”
“Sehingga kita benar-benar komit untuk menerapkan peraturan-peraturan yang sudah kita keluarkan selama ini. Termasuk untuk panitera pengganti. Hal-hal semacam inilah yang harus kita jaga untuk selalu kita laksanakan, tingkatkan di masa yang akan datang,” tambah Janedjri.
“Nah hari ini kita akan mendapatkan pencerahan mengenai gratifikasi yang akan dijelaskan oleh Direktur Gratifikasi dari KPK,” imbuh Janedjri yang kemudian membuka secara resmi acara sosialiasasi pengendalian gratifikasi di MK.
Selanjutnya Direktur Gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Giri Suprapdiono memberikan materi tentang pengendalian gratifikasi, mekanisme pelaporan gratifikasi dan hal-hal lainnya terkait penyebab, pencegahan dan penindakan maupun pemberantasan terhadap korupsi.
Giri menerangkan, gratifikasi terdiri atas gratifikasi yang dianggap suap dan gratifikasi bukan suap. Gratifikasi yang dianggap suap misalnya adanya uang atau barang atau fasilitas lain dalam rangka memengaruhi kebijkan keputusan pemangku kewenangan, adanya uang atau barang atau fasilitas lain selama kunjungan dinas, dalam proses promosi maupun mutasi pejabat dan pegawai. Sedangkan gratifikasi yang bukan suap, misalnya diperoleh dari hadiah langsung, undian, diskon, atau karena prestasi akademis dan sebagainya.
“Namun hal yang lebih penting lagi, mengapa kita perlu memberantas korupsi di Indonesia. Kita tidak korupsi bukan semata-mata patuh kepada undang-undang, sebenarnya seberapa jauh kita mencintai negara kita,” kata Giri yang secara simbolis memberikan drop box gratifikasi KPK untuk MK.
Pada kesempatan itu Giri juga mengutip ucapan almarhum Kepala Negara Singapura Lee Kuan Yew yang meyindir generasi yang tidak mau bekerja keras dan ingin mendapatkan sesuatu yang banyak.
“Sebenarnya kalimat ini tidak indah-indah sekali, tapi saya berpikir kenapa? Karena Singapura dibangun seperti sekarang sampai pegawai negerinya bergaji puluhan juta dan gaji pemimpinnya hingga milyaran per bulan,” ucap Giri. Menurut Giri, hal ini merupakan buah hasil kerja keras rakyat Singapura tanpa melalui korupsi. (Nano Tresna Arfana)