JAKARTA - Hakim tunggal sidang gugatan praperadilan mantan Wali Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) Ilham Arief Sirajuddin (IAS), Yuningtyas Upiek menilai penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) wajib membuat berita acara penyitaan saat melakukan penyitaan.
Sebab itu, ia menganggap penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan oleh lembaga antirasuah tidak sah. Upiek pun meminta barang-barang serta rekening pribadi IAS di Bank Mega dan Bank Sulsel dikembalikan.
"Terhadap penyitaan tidak sah. Berita acara pemeriksaan harus dibuat saat itu juga, tidak boleh disusulkan," jelas Upiek saat membacakan putusan di ruang sidang Oemar Seno Adjo, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (12/5/2015).
Dalam pertimbangannya, hakim mendasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perkara bernomor 21/PUU-XII/2014. MK menilai, penetapan tersangka juga termasuk objek praperadilan dan dapat diajukan gugatan ke PN.
"menimbang, adanya putusan MK terkait penetapan tersangka juga merupakan objek praperadilan, maka PN berwenang untuk menyidangkan gugatan pemohon," imbuhnya.
Selain itu, Upiek menolak bahwa putusan PN Jaksel terdahulu yang mengabulkan gugatan praperadilan dapat dijadikan yurisprudensi, sehingga dapat diikuti. Terlebih hingga saat ini, Manhkamah Agung belum mengakui putusan tersebut sebagai yurisprudensi.
"Putusan praperadilan PN Jaksel terdahulu tidak pernah diakui resmi sebagai yurisprudensi oleh MA, sehingga tidak bisa dijadikan dasar pertimbangan," sambungnya.
Seperti diketahui, sejak awal April 2015 lalu, IAS resmi mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka oleh KPK pada Maret 2014. Ia diduga melakukan korupsi dana rehabilitasi dan instalasi PDAM yang menggunakan tahun anggaran 2006-2012.
(hol)