Polri Hormati Putusan MK tentang Penetapan Tersangka Minimal 2 Alat Bukti
Jumat, 15 Mei 2015
| 16:59 WIB
ilustrasi (ari saputra/detikcom)
Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) membuat putusan bahwa penetapan status tersangka harus berdasarkan dua alat bukti. Bila tidak, maka status tersangka itu bisa digugat lewat praperadilan. Markas Besar Polri menyambut baik putusan MK itu.
"Ini tentunya menjadi lembaran baru bagi kita semua dalam proses penegakan hukum. Itulah yang akan jadi acuan kita," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Pol Agus Rianto di kantornya, Jl Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (29/4/2015).
Polri ditegaskan Agus senantiasa mengedepankan prosedur hukum dalam penetapan seseorang sebagai tersangka. Dalam tahap penyidikan pun, dua alat bukti yang cukup harus dikantongi sebelum menetapkan seseorang sebagai tersangka.
"Pada prinsipnya kami dalam proses penetapan tersangka tidak boleh melanggar hukum, orang yang ada di tangan Polri harus aman dari gangguan apapun," kata Agus.
Putusan yang dimaksud adalah putusan MK terhadap permohonan Bachtiar Abdullah Fatah. Keputusan diucapkan oleh Ketua MK Arief Hidayat.
"Mengabulkan permohonan untuk sebagian," ucap Arief Hidayat dalam sidang putusan, di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (28/4).
Majelis hakim menganggap penetapan tersangka haruslah melalui dua alat bukti yang cukup. Hal ini untuk menghormati HAM. Jika tidak ada dua alat bukti, maka penyidik bisa digugat ke praperadilan.
Namun vonis ini tidak bulat. 3 Hakim konstitusi berbeda pendapat dan satuconcuring opinion. Mereka yang dissenting opinion ialah, I Gede Dewa Palgina, Aswanto Muhamad Alim dan menganggap penetapan tersangka bukan objek praperadilan. Adapun yang mengajukan alasan berbeda (concuring opinion) adalah Patrialis Akbar.