Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat menerima audiensi Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Se-Indonesia. Kunjungan forum tersebut diterima Arief di Ruang Delegasi Lantai 15 Gedung MK, Jakarta pada Jumat (8/5).
Audiensi tersebut dihadiri oleh sembilan orang perwakilan Forum Pimpinan PT Hukum dari berbagai perguruan tinggi swasta di Indonesia. Dalam kesempatan itu, Arief menuturkan pentingnya hukum beracara di MK untuk disosialisasikan di Fakultas Hukum seluruh perguruan tinggi di Indonesia.
Menurut Arief, saat ini yang terus diajarkan di Fakultas Hukum adalah Hukum Acara Pidana dan Perdata, sementara Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, yang masih terbilang baru belum banyak disentuh perguruan tinggi. Padahal, Arief mengatakan Hukum Acara MK merupakan bahan ajar yang bagus untuk diseminasikan kepada mahasiswa. “Baiknya ada dosen yang bisa mendalami Hukum Acara MK dan punya forum khusus membahasnya. Hal ini sangat strategis untuk membekali mahasiswa demi kehidupan hukum yang akan datang,” ujarnya.
Salah satu Hukum Acara MK yang penting untuk disosialisasikan adalah Putusan MK yang bersifat erga omnes. Arief menjelaskan, erga omnes berarti putusan MK yang membatalkan suatu norma, bukan membatalkan kata, frasa, ayat, pasal dalam suatu undang-undang atau undang-undang secara keseluruhan. “Yang kita batalkan itu substansi atau norma yang terkandung di dalamnya,” tegasnya.
Ia mencontohkan salah satu Putusan MK yang aktual, yaitu terkait Peninjauan Kembali yang bisa berulang kali. Ketentuan PK yang dibatasi hanya sekali dimuat dalam beberapa Undang-Undang dan MK telah membatalkan salah satunya. Namun, ketentuan pembatasan PK tetap dianggap oleh beberapa pihak berlaku di Undang-Undang lain.
“Ini di lapangan yang banyak tidak tahu, dianggap yang dibatalkan ini, berarti norma lain masih hidup. Ini (salah satu) yang harus disosialisasikan di dalam seminar hukum acara MK. Ini juga penting,” jelasnya.
Arief juga sempat menyinggung hubungan beberapa lembaga negara yang kurang baik, salah satunya antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Arief menilai, hubungan yang kurang baik akan membuat kehidupan hukum Indonesia tidak sehat. Oleh karena itu, seluruh stakeholders, terutama pegiat hukum, memiliki kepentingan agar kehidupan hukum indonesia berjalan dengan baik. “Kita punya kepentingan bersama untuk membangun kehidupan hukum sebaik-baiknya,” imbuhnya.
Salah satu caranya adalah dengan menghormati Konstitusi. Arief mengapresiasi tindakan sejumlah Presiden Republik Indonesia yang menyatakan ketaatannya pada konstitusi, yakni Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Joko Widodo. “Pak SBY sempat mengatakan selalu menghormati putusan Mahkamah Konstitusi. Pak jokowi juga saat meresmikan puskon kita menyatakan akan selalu taat pada konstitusi. itu kan bentuk pengakuan terhadap supremasi hukum,” ujar Arief. (Lulu Hanifah)