Sebagai bagian dari kegiatan sosialisasi, digelarlah temu wicara bertajuk Mahkamah Konstitusi Dalam Sistem Ketatanegaraan RI yang diikuti oleh sekitar 225 guru SMP Negeri se-kota hujan Bogor. Acara yang diselenggarakan atas kerja sama Mahkamah Konstitusi (MK) dengan Dinas Pendidikan Kota Bogor tersebut berlangsung hari ini, Rabu (29/3) di aula MK lantai 4 Jalan Medan Merdeka Barat No. 7 Jakarta.
Acara dimulai pukul 09.00 WIB dengan materi tentang Latar Belakang, Proses, dan Hasil Perubahan UUD 1945 yang disampaikan oleh Drs. Agun Gunanjar Sudarsa, mantan anggota PAH BP MPR RI 1999-2002 dengan moderator Wasis Susetyo, S.H., M.A. Dalam uraiannya, Agun menjelaskan bahwa perubahan UUD 1945 merupakan tuntutan utama reformasi yang disuarakan banyak kalangan. Perubahan UUD 1945 tersebut, lanjut Agun, bertitik tolak dari kesepakatan dasar yaitu tak mengubah pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan NKRI, mempertegas sistem presidensiil, memasukkan penjelasan dalam batang tubuh, dan dilakukan secara adendum. Selain itu, menurutnya, perubahan tersebut berhasil mengubah beberapa kelemahan mendasar UUD 1945 seperti sifat executive heavy, adanya pasal dan ayat yang multitafsir, dan lain-lain. Oleh sebab itu, jika dulu DPR jadi tukang stempel pemerintah jangan disalahkan, karena memang konstitusinya yang mengatur demikian, kata Agun.
Menurut politisi Golkar ini, perubahan mendasar UUD 1945 yang paling penting adalah menyangkut prinsip negara hukum dan sistem konstitusional berdasarkan check and balances. Kita tidak mengenal teori pemisahan kekuasaan, tetapi menjalankan prinsip check and balances antar cabang kekuasaan negara, tegas Agun. Oleh sebab itu, dalam konteks prinsip negara hukum inilah betapa pentingnya dibentuk MK dalam sistem ketatanegaraan RI sebagai pengawal dan penafsir konstitusi. MK diberi kewenangan oleh UUD untuk mengawal dan menafsirkan konstitusi, imbuh aktivis Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) ini.
Pada sesi kedua, para peserta mendapatkan materi tentang Tugas dan Kewenangan MK sebagai Peradilan Konstitusi dan Hukum Acara di MK yang disampaikan oleh Hakim Konstitusi Maruarar, S.H. dengan moderator Emilia Bassar, S. Sos, M.Si. Dengan gaya lugasnya, Maruarar menguraikan tentang tugas, kewenangan dan kewajiban MK yang dibentuk setelah amandemen ketiga UUD 1945, baik menyangkut pengujian UU, sengketa kewenangan antarlembaga negara, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan hasil Pemilu dan impeachment presiden.
Menurut Maruarar, MK lahir dengan tugas utama untuk menjaga konstitusi selurus-lurusnya. Kewenangan MK untuk menguji UU terhadap UUD, tegas Maru, adalah wujud nyata untuk menjaga konstitusionalitas UU. Selain itu, bilamana terjadi sengketa kewenangan antarlembaga negara, maka MK lah yang akan memberikan putusan terakhir yang bersifat final dan mengikat. Putusan MK tersebut adalah salah satu kewenangan MK yang diberikan oleh UUD 1945, kata Maru. Sedangkan menyangkut impeachment Presiden/Wakil Presiden yang diajukan oleh DPR, sebelum terjadinya perubahan UUD 1945 mekanisme penyelesaiannya lebih bersifat politis. Tetapi sejak MK berdiri proses impeachment dilaksanakan berdasarkan atas dasar hukum. Namun demikian impeachment tidak mudah dilaksanakan, selain karena syaratnya berat juga akan membawa dampak sosial politik yang besar, ujar Maru.
Pada pukul 14.00 WIB, setelah dilakukan dialog dan tanya jawab, akhirnya acara diakhiri dengan pembagian piagam serta cindera mata bagi para peserta. (WS. Koentjoro)