Mahkamah Konstitusi (MK) lahir dalam rangka untuk mengoreksi peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lampau dalam tatanan ketatanegaran Indonesia. Pasca amandemen UUD 1945 pada 1999 hingga 2002 dibentuklah MK di Indonesia pada 13 Agustus 2003.
“Sebelum adanya amandemen UUD 1945, kedaulatan tertinggi ada di tangan MPR dan MPR merupakan lembaga tertingi negara. Setelah amandemen UUD 1945, kedudukan antara lembaga negara bersifat sejajar,” Wiryanto, Kepala Bidang Penelitian, Pengkajian Perkara dan Perpustakaan MK saat menerima kunjungan para mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung ke MK, Kamis (7/5) siang.
Wiryanto menerangkan, Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman. Pasal 24C Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) menyebutkan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD.
Dijelaskan Wiryanto, MK memiliki empat kewenangan dan satu kewajiban. Kewenangan pertama adalah menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar (UUD). Mengapa perlu adanya pengujian undang-undang?
“Karena sebelumnya tidak ada satu pun lembaga yang dapat melakukan pengujian undang-undang yang bertentangan dengan UUD. Untuk itu dibentuklah MK agar hak konstitusional warga negara terjamin,” ucap Wiryanto yang didampingi Ades Karyadi pimpinan rombongan.
Kewenangan berikutnya, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD.
“Sebab dimungkinkan terjadi gesekan, benturan kepentingan antara satu lembaga negara dengan lembaga negara yang lain. Kalau terjadi benturan seperti itu yang berwenang mengadili adalah Mahkamah Konstitusi,” imbuh Wiryanto.
Selain itu MK berwenang memutus pembubaran partai politik. Dengan adanya Mahkamah Konstitusi, pembubaran parpol tidak bisa dilakukan secara sewenang-wenang namun harus melalui proses hukum. Berikutnya, MK berwenang memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Tahun 2004, 2009 dan 2014 MK telah menyelesaikan perkara-perkara sengketa pemilu. Termasuk penyelesaian sengketa hasil pemilukada, MK juga turut berperan mengadili.
Kemudian yang tak kalah penting, ungkap Wiryanto, MK wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan atau Wakil Presiden menurut UUD. (Nano Tresna Arfana)