Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat hadir menjadi narasumber dalam acara “Rapat Koordinasi Persiapan Pilkada Serentak 2015” yang diselenggarakan oleh Kementerian Dalam Negeri pada Senin (4/5) siang di Balai Kartini, Jakarta.
“Pemilihan kepala daerah secara langsung adalah pilihan sistem ketatanegaraan yang menurut saya paling baik dibanding sistem yang lain. Karena diharapkan dapat menghasilkan kepala daerah yang berkualitas dilihat dari sisi kapabilitas, kompetensi, integritas,” kata Arief Hidayat yang menyampaikan materi “Pedoman Beracara dalam Perselisihan Hasil Pemilu Gubernur, Bupati dan Walikota”.
Arief mengatakan, dalam praktiknya belum tentu menghasilkan pemilukada seperti yang diharapkan secara teoritis. Kenyataannya pemilukada banyak memunculkan masalah diluar dugaan.
Persiapan menghadapi Pilkada Serentak 2015, Mahkamah Konstitusi bersama sejumlah lembaga negara melakukan rapat koordinasi dengan KPU. Menurut Arief, menghadapi Pilkada 2015 semua lembaga saling berkait. “Secara internal Mahkamah Konstitusi baru menyusun peraturan MK sebagai hukum acara untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilukada,” ucap Arief.
Pada kesempatan itu Arief menyampaikan hingga saat ini masih ada perbedaan pendapat soal istilah pemilukada dan pilkada. Dua istilah ini membawa konsekuensi berhimpitnya sistem ketatanegaraan yang dipilih bangsa Indonesia, bisa masuk rezim pemerintah daerah dan bisa masuk rezim pemilu.
“Kenapa begitu? Karena yang dipilih kepala daerah, maka masuk dalam rezim pemerintah daerah. Sedangkan tata cara pengisiannya, harus menggunakan sistem yang demokratis yaitu melalui sistem pemilu,” jelas Arief.
Selain itu, lanjut Arief, penyelenggaranya adalah satu badan penyelenggara. KPU tidak ada KPU yang menyelenggarakan pilpres, KPU yang menyelenggarakan pileg. Tapi diselenggarakan oleh KPU yang bersifat nasional yang mempunyai aparat sampai ke tingkat bawah. Sedangkan asasnya diselenggarakan satu asas, tidak asas yang berbeda antara pilpres, pileg dan pemilukada.
Lebih lanjut Arief menerangkan, saat ini MK sedang menyiapkan instrumen peraturan MK untuk kembali menyelenggarakan peradilan untuk menyelesaikan perselisihan pemilukada. “Tetapi itu masih dalam finalisasi, yang kita bahas bersama supaya match dengan apa yang direncanakan KPU,” imbuh Arief.
Tidak Semua Bisa Diajukan
Arief menambahkan bahwa belakangan tidak semua perkara pemilukada bisa dibawa ke MK. “Dulu orang yang hanya mendapat 100 suara, sedangkan satunya mendapat 3 juta suara dalam pemilukada, bisa disidangkan ke MK. Selisihnya luar biasa dan tetap bisa dibawa ke MK. Namun sekarang tidak begitu. Ada prosentase tertentu batas selisih suara yang bisa diselesaikan oleh MK,” ucap Arief.
“Misalnya provinsi yang penduduknya 2 juta jiwa, selisihnya harus minimal dua persen. Kalau selisihnya lebih dari dua persen, itu langsung tidak memenuhi persyaratan untuk diselesaikan di MK,” urai Arief.
Ia mencontohkan lagi, untuk penduduk yang jumlahnya 2-6 juta, selisihnya harus 1,5 persen. Lalu untuk penduduknya yang 6-12 juta, selisihnya harus satu persen. Kemudian untuk penduduk yang jumlahnya 12 juta ke atas, selisihnya harus setengah persen saja. “Kalau selisihnya lebih dari itu, langsung gugur tidak bisa mengajukan perkara ke MK,” kata Arief.
Begitu juga untuk hasil pemilu di tingkat kabupaten/kota, yang jumlah penduduknya kurang dari 250 ribu jiwa, selisihnya harus dua persen. Untuk kabupaten/kota yang penduduknya berjumlah 250-500 ribu, selisihnya harus 1,5 persen. Berikutnya, kabupaten/kota yang jumlah penduduknya 500 ribu sampai 1 juta jiwa, selisihnya harus satu persen. Sedangkan kabupaten/kota yang penduduknya lebih dari 1 juta jiwa, selisihnya setengah persen saja.
Hadir dalam Rapat Koordinasi Persiapan Pilkada Serentak 2015 antara lain Kapolri Badrodin Haiti, Komisioner Bawaslu Daniel Zuchron, Ketua Kamar TUN MA Imam Soebechi. Rakor tersebut juga diikuti oleh Gubernur, Bupati/Walikota, Ketua DPRD Tingkat I dan II seluruh Indonesia. Pada intinya, rakor ini membahas kesiapan regulasi pelaksanaan pilkada serentak, dukungan anggaran, ketersediaan data penduduk, keamanan, penyelesaian sengketa pilkada serta berbagai aspek dukungan lainnya. (Nano Tresna Arfana)