Mahkamah Konstitusi (MK) menerima kunjungan 85 mahasiswa Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) PGRI Bojonegoro pada Jumat (24/4) pagi di aula gedung MK. Kunjungan tersebut diterima oleh peneliti MK, Mahrus Ali yang menjelaskan peran, wewenang maupun kewajiban MK.
“MK memiliki peran sebagai the guardian of constitution, the final interpreter of constitution, the guardian of democracy, the protector of citizen’s constitutional rights dan the protector of human rights,” urai Mahrus Ali yang didampingi Heru Ismoyo selaku dosen IKIP PGRI Bojonegoro.
Ali menjelaskan, MK berperan sebagai the guardian of constitution diartikan bahwa MK sebagai pengawal konstitusi. “Artinya, tidak boleh ada satu pun undang-undang yang bertentangan dengan konstitusi. Siapun boleh menguji undang-undang ke MK sepanjang dia memiliki kerugian konstitusional,” ucap Ali. Sedangkan MK berperan sebagai the final interpreter of constitution diartikan bahwa tidak ada institusi lain yang berwenang menafsirkan konstitusi, namun hanya MK.
“Kemudian MK sebagai the guardian of democracy diartikan MK sebagai penjaga demokrasi. Sebenarnya MK sudah menjalankan peran ini antara pada 2009 MK mengeluarkan putusan penggunaan KTP atau paspor pada pemilu bagi mereka yang namanya tidak tercantum dalam DPT. Ini jadi terobosan MK,” urai Ali.
Selanjutnya, MK berperan sebagai the protector of citizen’s constitutional rights diartikan bahwa MK sebagai pelindung hak-hak konstitusional warga negara. Lalu, MK sebagai the protector of human rights diartikan bahwa MK sebagai pelindung hak-hak asasi manusia.
Pada pertemuan itu, Ali juga menerangkan wewenang dan kewajiban MK. Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) menyebutkan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar (UUD), memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Selain itu, MK wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan atau Wakil Presiden menurut UUD.
Lebih lanjut Ali mengungkapkan, undang-undang yang sebelumnya sudah diuji di MK, masih bisa diuji kembali ke MK. “Misalnya dalam pelaksanaannya, undang-undang tersebut banyak menyalahi Undang-Undang Dasar. Sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa undang-undang yang sudah diuji akan diuji kembali,” jelas Ali.
Selain itu Ali menyebutkan sejumlah putusan fenomenal (landmark decision) dari MK. Di antaranya adalah putusan mengenai quick count pemilu, putusan penggunaan KTP atau paspor pada pemilu, putusan kasus cicak vs buaya (sengketa Polri dengan KPK), kemudian putusan MK yang menyatakan terpidana dapat mencalonkan sebagai kepala daerah dan sebagainya. (Nano Tresna Arfana)