Advokat dan Konsultan Hukum Muhammad Zainal Arifin memperbaiki permohonan terkait Pengujian UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana pada Rabu (22/4) di Ruang Sidang MK. Dalam sidang kedua perkara dengan nomor perkara 41/PUU-XIII/2015 ini, Pemohon yang diwakili Heru Setiawan selaku kuasa hukum menjelaskan telah memperbaiki permohonannya sesuai dengan saran majelis hakim.
Pemohon menjelaskan telah memperbaiki kedudukan selaku penegak hukum, sebagaimana diakui dan tertuang dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan berita acara pengambilan sumpah advokat. “Pemohon mempunyai tanggung jawab dalam menegakan hukum dan keadilan. Dalam membela kepentingan hukum klien Pemohon tidak hanya berkutat pada kepentingan klien tetapi juga mendorong tegaknya hukum dan keadilan itu sendiri,” ujarnya di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati.
Terkait nasihat untuk mempelajari putusan-putusan MK sebelumnya, Pemohon sudah mempelajari berbagai putusan MK sebelumnya terkait dengan pra peradilan. Dari putusan-putusan tersebut, lanjut Heru, Pemohon memasukan Putusan Nomor 65/2011. “Dalam pertimbangan putusannya tersebut, MK mengakui pada dasarnya setiap tindakan upaya paksa seperti penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan adalah suatu tindakan hak asasi manusia. Sehingga dengan adanya pra peradilan, diharapkan pemeriksaan perkara pidana dapat berjalan sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku,” tandasnya.
Pada sidang sebelumnya, Pemohon menyampaikan bahwa haknya sebagai advokat merasa dirugikan dan/atau berpotensi dirugikan hak-hak konstitusionalnya karena tidak dapat melakukan upaya hukum secara maksimal terhadap upaya paksa penggeledahan, penyitaan, pencegahan ke luar negeri dan pemblokiran rekening secara sewenang-wenang yang menimpa kliennya. Selain itu, Pemohon menyatakan bahwa terdapat beberapa alasan Pemohon meminta penggeledahan, penyitaan, pencegahan ke luar negeri dan pemblokiran rekening untuk menjadi objek praperadilan. Menurutnya, upaya paksa yang dilakukan penegak hukum tidak hanya terdiri dari penangkapan dan atau penahanan saja. Upaya paksa ini juga bisa dalam bentuk penggeledahan, penyitaan, pencegahan ke luar negeri dan pemblokiran rekening yang berpotensi melanggar hak asasi manusia. Oleh karena itu, Pemohon berharap dengan adanya praperadilan diharapkan dapat menguji atau mengkoreksi upaya paksa tersebut. (Lulu Anjarsari)