Sebanyak 120 orang mahasiswa beserta dosen Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK), pada Selasa (21/4) siang di Aula Lantai Dasar Gedung MK. Pada kesempatan itu, Umbu Rauta sebagai dosen pendamping menyampaikan bahwa tujuan kegiatan kunjungan adalah untuk mengenal lebih dekat MK dan menggali wawasan konstitusionalitas. Kedatangan mereka kemudian disambut oleh peneliti MK, Bisaryadi yang mengisi kegiatan dengan diskusi bersama seputar sejarah pembentukan dan kewenangan MK.
Menurut Bisaryadi, MK dilahirkan seiring dengan adanya perubahan konstitusi Indonesia pada tahun 1999 hingga 2000. “Mahkamah Konstitusi lahir seiring dengan perubahan konstitusi Indonesia pada tahun 1999-2002, (dengan) konsekuensi perubahan tersebut ialah terbentuknya lembaga baru, seperti MK dan selain itu DPD pada kamar legislatif,” ujar Bisaryadi, didampingi dosen Fakultas Hukum UKSW Umbu Rauta.
Kemudian Bisaryadi juga menyampaikan bahwa terdapat perbedaan antara MK dengan Mahkamah Agung (MA). Menurutnya, MA memiliki lembaga-lembaga peradilan yang hierarkis, sedangkan MK tidak mempunyainya. Lebih lanjut, Bisaryadi juga menyatakan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat serta berlaku untuk semua orang (erga omnes). “Contoh kasus seorang satpam yang menggugat UU Ketenagakerjaan yang dipandang diskriminatif. Setelah 7 bulan bersidang, Mahkamah menganggap UU tersebut diskriminatif sehingga permohonan dikabulkan dengan mencabut salah satu pasal diskriminatif di UU tersebut,” papar Bisaryadi.
Lebih lanjut, Bisaryadi memaparkan kewenangan yang dimiliki MK berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945. Menurutnya MK memiliki 4 kewenangan, yaitu menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Disamping 4 kewenangan tersebut, lanjut Bisaryadi, MK juga memiliki satu kewajiban konstitusional seperti diamanatkan Pasal 24C ayat (2) UUD 1945, yaitu wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.
Dalam sesi tanya jawab, salah satu mahasiswa Korsinus Ginto menanyakan tentang kewenangan MK yang menurutnya telah masuk ke ranah legislasi dan proses implementasi putusan MK. Menjawab pertanyaan tersebut, Bisaryadi menjelaskan bahwa MK pada dasarnya melakukan pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945, di mana batu ujinya adalah UUD 1945. Mengenai pelaksanaan putusan, Bisaryadi mengatakan bahwa kekuatan MK terletak pada opini publik.
“MK hanya memiliki satu kekuatan yaitu opini publik, seperti pada MK di luar negeri yang putusan-putusannya disambut baik oleh publik. Opini publik inilah yang menjadi kekuatan MK,” jelasnya. (Prasetyo Adi N.)