Sidang pengujian Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara yang diajukan oleh sejumlah tenaga kontrak pemerintah, dari Provinsi Jawa Timur, kembali dihelat oleh Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (13/04).
Kepada majelis Hakim Konstitusi yang dipimpin Ketua MK, Arief Hidayat, seorang Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL-TBPP), Nur Samsu, yang diajukan sebagai saksi dalam perkara 9/PUU-XIII/2015 menjelaskan, dirinya bersama rekan-rekan sesama THL BPP lainnya direkrut melalui seleksi nasional pada 2007 untuk bekerja membantu sebagai penyuluh pertanian PNS.
Lebih lanjut Nur menerangkan, meskipun dirinya bersama rekan-rekan lainnya sesama THL TBPP dikontrak untuk jangka waktu 10 bulan, namun pada kenyataannya mereka bekerja selama 12 bulan dalam setahun. Oleh karena itu, Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian Kementerian Pertanian, pada setiap tahun anggaran selalu mengirimkan surat edaran kepada gubernur dan bupati yang berisi himbauan atau permintaan dukungan pembiayaan honor dan Biaya Operasinal Pegawai untuk dua bulan di luar masa kontrak. “Jadi, kalau kami ini kontraknya itu dari Januari sampai Oktober, maka bulan November dan Desember itu dialokasikan dari dukungan pemerintah kabupaten/kota,” ujar pria kelahiran Probolinggo itu.
Meskipun hanya sebagai tenaga bantu, Nur mengaku tugas dan tanggung jawabnya sama dengan penyuluh pertanian PNS dan diberi kewenangan memegang wilayah desa binaan. Selain itu menurutnya, THL-TBPP bersama penyuluh pertanian PNS bekerja pada kelembagaan penyuluhan pertanian pemerintah. “Jadi tugas kami adalah di lembaga penyuluhan pemerintah, Pak,” kata Nur kepada Majelis Hakim Konstitusi.
Nur mengungkapkan, dirinya bersama rekan-rekan lain sesama THL-TBPP selalu dihantui rasa cemas di setiap akhir tahun menjelang masa kontrak habis karena tidak ada jaminan bahwa di tahun depan akan dikontrak kembali. “Kontrak kerja kami diperbaharui setiap tahun anggaran dan pihak THL TBPP masing-masing diperpanjang kontraknya atas dasar rekomendasi kinerja baik dari badan penyuluhan menjadi THL-TBPP,” kisahnya.
Nur mengatakan, sebagai tenaga bantu dirinya beserta juga rekannya merasa diperlakukan tidak adil karena sejak pertama kali dikontrak hingga saat ini, dalam klausul kontrak kerja tidak termasuk atau tidak dimasukkan biaya tentang tunjangan kesehatan atau pun tunjangan kecelakaan maupun tunjangan kematian. Sehingga ketika seorang THL atau pegawai penyuluh kontrak harus berobat karena sakit, maka mereka harus membiayai sendiri keperluan tersebut. “Kemudian banyak dari THL atau pegawai kontrak penyuluh ini yang meninggal dengan berbagai sebab, baik sakit maupun kecelakaan tidak mendapatkan tunjangan kematian atau uang duka resmi dari pemerintah,” ungkap Nur.
Selain itu, THL atau pegawai kontrak penyuluh ini tidak mendapatkan hak resmi terhadap peningkatan kompetensi karena aturan yang ada hanya mengatur penyelenggaraan kegiatan peningkatan kompetensi untuk penyuluh PNS. Bahkan, Nur mengaku nasibnya tidak lebih baik dibanding penyuluh swasta dan penyuluh swadaya yang justru difasilitasi untuk melaksanakan kegiatan pendidikan dan pelatihan. Padahal, Nur menjelaskan sebagai tenaga bantu dirinya tidak termasuk penyuluh swasta ataupun penyuluh swadaya.
Diterangkan oleh Nur, meski dirinya telah lama bekerja sebagai pegawai kontrak penyuluh pertanian, namun hingga saat ini dirinya beserta rekan-rekan lainnya belum juga diangkat sebagai PNS meski telah melakukan audiensi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi pada 2010. Saat itu, salah satu hasil audiensi tersebut bahwa THL-TBPP diusulkan untuk diangkat sebagai PNS.
Sementara saksi pemohon lainnya yang bekerja sebagai guru bantu di DKI Jakarta, Jansen Sibarani, mengatakan bahwa dirinya bekerja sebagai guru honor sejak 1996 dan diangkat sebagai guru bantu pada 2003 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional. Jansen mengaku, meski para guru bantu di DKI pada masa pemerinthana Gubernur Joko Widodo pernah dijanjikan untuk segera diangkat menjadi PNS, namun hingga saat ini hal itu belum terealisasi. Baik Nur dan Jansen mengaku bahwa SK pengangkatan mereka sebagai tenaga honor dikeluarkan oleh menteri setiap tahunnya.