Di awal pekan ketiga di bulan April 2015, tepatnya pada Selasa (14/4), Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menerima kunjungan mahasiswa. Kali ini kurang lebih sebanyak 25 mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Balikpapan mengunjungi MK. Kunjungan mahasiswa berjaket almamater kuning tersebut diterima oleh Kepala Bidang Penelitian, Pengkajian Perkara dan Perpustakaan MK, Wiryanto. Bertempat di Aula Lantai Dasar Gedung MK, Wiryanto menyampaikan materi seputar sejarah dan kewenangan MK.
Wawan Sanjaya selaku dosen pembimbing pada kesempatan tersebut menyampaikan alasan kunjungan para mahasiswa Universitas Balikpapan ke MK. Ia menyampaikan kunjungan kali ini merupakan bentuk pengaplikasian tri dharma perguruan tinggi. Untuk diketahui, tri dharma perguruan tinggi meliputi pendidikan, penelitian dan pengembangan, serta pengabdian masyarakat.
Lebih lanjut, kunjungan kali ini dimaksudkan untuk memperdalam pengetahuan mahasiswa tentang MK dan kewenangannya. “Seperti diketahui, MK merupakan lembaga yang fenomenal dan memiliki peran yang strategis, terutama saat Pilpres. Putusan-putusan MK juga telah membuat penemuan hukum yang luar biasa. Oleh karena itu, mahasiswa ingin mengetahui lebih dalam mengenai kewenangan MK dari pihak MK langsung. Karena itulah kami berkunjung kali ini,” jelas Wawan.
Usai mendengar alasan kunjungan para mahasiswa tersebut, Wiryanto pun memulai paparannya dengan mengatakan MK lahir usai amandemen UUD 1945 yang ketiga. MK lahir sebagai salah satu kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung (MA). Kedua lembaga kekuasaan kehakiman tersebut memiliki kedudukan yang sejajar. “MK Indonesia lahir di abad 21 dan MK Indonesia itulah yang pertama lahir di abad 21. MK Indonesia merupakan MK yang ke-78 dalam urutan kelahiran MK di seluruh dunia,” ujar Wirtyanto.
Wiryanto pun menjelaskan mengenai alasan perlunya dilakukan perubahan dalam UUD 1945 yang pada muaranya melahirkan MK. Saat itu, sistem ketatanegaraan Indonesia mengenal hierarki lembaga tertinggi negara dan lembaga tinggi negara. Dengan sistem ketatanegaraan yang demikian, proses check and balances antar lembaga negara tidak tercapai. Selain itu, UUD 1945 juga memiliki pasal-pasal yang multitafsir.
“Pada saat pembahasan amandemen saat itu, muncul juga ide mengenai perlunya MK dengan kewenangan judicial review. Sebelum amandemen, pemerintah dan DPR saat menerbitkan undang-undang sudah tidak bisa dilakukan upaya pengujian. Itulah yang menjadi isu utama terkait lahirnya MK dari hasil amandemen UUD 1945. Saat itu Pemerintah diberi waktu oleh undang-undang untuk membentuk MK paling lambat 17 Agustus 2003. Sebelum tanggal itu, yaitu tanggl 3 Agustus 2003, Presiden mengesahkan UU MK. Setelah itu pada tanggal 15 Agustus 2003, Presiden mengangkat sembilan Hakim Konstitusi yang dilanjutkan pengucapan sumpah Hakim Konstitusi pada tanggal 16 Agustus 2003,” jelas Wiryanto lagi.
Wiryanto juga menyebutkan kewenangan yang dimiliki MK berdasar Pasal 24C ayat (1) UUD 1945. Kewenangan yang dimiliki MK, yaitu menguji undang-undang terhadap UUD 1945 (PUU), memutus sengketa kewenangan lembaga (SKLN), memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum (PHPU). Selain itu, MK juga memiliki satu kewajiban seperti yang diamanatkan Pasal 7 dan Pasal 24C ayat (2) UUD 1945 yaitu wajib memberikan keputusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berat, perbuatan tercela, atau tidak memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. (Yusti Nurul Agustin)